Jakarta, jurnalpijar.com —
Ahli meteorologi Danny Septiadi dari Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika buka-bukaan soal turbulensi yang dialami Singapore Airlines rute London-Singapura.
SK321 diketahui menggunakan pesawat Boeing 777-300 ER. Merupakan jenis pesawat yang memiliki bobot besar dan hampir dua kali lipat ukuran 737-800 yang biasa digunakan maskapai domestik.
Melihat spesifikasi pesawat tersebut, Danny mengatakan pesawat SK321 lebih stabil terhadap benturan atau turbulensi dibandingkan jenis pesawat kecil lainnya.
Jenis turbulensi baik termal (pemanasan permukaan), konvektif (awan badai), maupun mekanis akibat kekasaran permukaan dan topografi serta pegunungan (orografi) dapat diabaikan, kata Denny dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/5).
Danny juga mencatat, ketinggian jelajah SK321 berada di atas 11 km sebelum terjadi turbulensi. Danny mengatakan ketinggian tersebut aman dari turbulensi (safe flight altitude).
Denny mengatakan, hal ini karena aliran fluida bersifat laminar dan sistem radar cuaca canggih pesawat melewati awan badai. Oleh karena itu, pesawat harus tetap mampu meredam turbulensi.
Namun pesawat Singapore Airlines justru mengalami ‘turbulensi hebat’, dengan perubahan ketinggian secara tiba-tiba hingga 500 kaki atau 152 meter.
Jelas ini merupakan kejadian yang tidak terduga karena adanya turbulensi yang parah, yaitu clear air turbulence (CAT), yaitu turbulensi yang berlangsung cukup lama sehingga sulit diprediksi oleh pilot dan pesawat tidak terlihat di radar, kata Denny.
Danny menjelaskan, aliran jet di belahan bumi utara (BBU) ada dua, yakni kutub dan subtropis. Wilayah di sekitar Lembah Irrawaddy, Myanmar merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap penyeberangan aliran jet (subtropical jet stream).
Kemudian berdasarkan analisis data cairan pada ketinggian 250 mb (10-12 km dpl) terdapat arus barat dengan kecepatan di atas 60 knot (111 km/jam).
Hal ini mengindikasikan adanya aliran jet subtropis turbulensi udara jernih (CAT) yang mengguncang pesawat dengan hebat, kata Denny.
Lebih lanjut Denny mengatakan, turbulensi yang dialami SK321 menunjukkan bahwa faktor CAT menjadi tantangan besar bagi pesawat modern yang dilengkapi teknologi canggih dan desain stabil.
“Mendidik penumpang tentang pentingnya mengenakan sabuk pengaman setiap saat dan penelitian lebih lanjut mengenai pola aliran udara di atmosfer dapat membantu mengurangi risiko cedera akibat turbulensi di kemudian hari,” kata Denny.
“Turbulensi ini juga menyoroti perlunya sistem prediksi dan deteksi turbulensi yang lebih baik untuk membantu pilot mengambil tindakan mitigasi yang lebih efektif,” tambahnya.
Sebelumnya, pesawat Singapore Airlines rute London-Singapura mengalami turbulensi cukup parah saat melakukan penerbangan pada Selasa (21 Mei).
Akibat kejadian ini, satu warga negara Inggris tewas, dan puluhan penumpang luka-luka.
(dis/DAL)
Tinggalkan Balasan