Jakarta, jurnalpijar.com —
Dunia merayakan Hari Ayah pada Selasa (18/6). Hari ini diperingati untuk memberikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua atas usaha dan kasih sayang mereka.
Sayangnya, banyak anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayahnya saat perayaan Hari Ayah. Berada di sini bukan hanya kehadiran fisik namun juga kehadiran emosional.
Ketidakhadiran emosional seorang ayah bagi seorang anak sekarang dikenal sebagai keadaan tanpa ayah. Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena anak yatim menjadi sorotan.
Padahal, keterikatan pada ayah berperan penting dalam tumbuh kembang anak.
Dalam talkshow parenting di kanal YouTube resmi Nikita Willie, Ustaz dan aktivis serta konselor pemulihan keluarga Bendri Jaishrafman mengilustrasikan ketiadaan ayah seorang ayah yang tak tahu kapan anaknya lahir, mimpi basah pertamanya.
“Banyak orang tua, kalau ditanya, tidak tahu kapan anaknya pertama kali mengalami mimpi basah,” kata Bendri dalam acara tersebut. CNNIndonesia.com telah meminta izin untuk mengutipnya dalam video tersebut.
Ketika ada hambatan dan batasan, anak mungkin enggan menceritakan mimpi basahnya kepada ayahnya. Di era digital yang kita jalani saat ini, anak-anak dapat melakukan penelitian sendiri dan menemukan informasi yang salah.
“Ini menjadi pintu masuk bagi pihak lain yang merasa ini adalah peluang, dan anak-anak mungkin belum ada keinginan untuk bercerita,” kata Bendri.
Sebagai seorang konselor, Bendri juga banyak menangani anak-anak yang “bermasalah”. Ketika ia mencoba mencari akar masalahnya, hampir semua jawabannya sama. Maksudnya dia merasa seperti anak yatim meskipun dia punya ayah.
“Mereka bilang peran ayah hanya dua. Pertama mencari nafkah. Kedua memberi izin menikah,” kata Bendri.
Bendri melanjutkan, sang ayah gagal menjalankan perannya sebagai “penjaga” nilai.
Dalam sudut pandang agama Islam, ayah sendiri telah dilambangkan pada sosok Nabi Yakub. Bendri mengatakan dialog hanya terjadi antara Nabi Yacob dan putranya Nabi Yusuf.
“Allah telah menunjukkan kepada kita betapa agungnya peran seorang ayah. Nabilah yang melambangkannya,” kata Bendri.
Budaya patriarki mau tidak mau menjadi salah satu penyebab utama fenomena anak yatim piatu. Konsep ini menciptakan pola dimana ayah hanya berperan sebagai pencari nafkah keluarga dan ibu berperan penting dalam pekerjaan rumah tangga, termasuk mengasuh anak.
Rita Pranawati, pengamat anak dan mantan anggota Otoritas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), mengatakan struktur gender yang tercipta di Indonesia membuat orang tua seolah-olah tidak perlu mengetahui urusan rumah tangga, termasuk anak-anaknya.
“Ibuku mengerjakan semua pekerjaan rumah,” kata Rita.
Bahkan, Mira Amir, psikolog anak di Unit Anak dan Remaja Sajiva RSK Jiwa Dharmawangsa mengatakan, kehadiran seorang ayah sangat penting untuk perkembangan kognitif anak.
“Salah satu peran orang tua adalah membantu anak mengembangkan kemampuan menemukan solusi efektif terhadap suatu masalah dan membantu mereka memperoleh kematangan kognitif yang baik,” kata Mila.
Ketidakhadiran orang tua pada masa tumbuh kembang anak jelas berdampak buruk bagi masa depan anak.
CNNIndonesia.com akan mengulas berbagai topik terkait fenomena yatim piatu yang akhir-akhir ini menjadi sorotan dengan fokus pada “Ayahku Tersayang, Ayahku Hilang”. (ashar/asar)
Tinggalkan Balasan