Jakarta, jurnalpijar.com –
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) prihatin dengan kemungkinan hilangnya banyak penemuan mineral purbakala di Indonesia. Pasalnya, jumlah ilmuwan di Indonesia saat ini sangat terbatas.
Kepala BRIN Laksana TriHandoko mengatakan jumlah arkeolog terbatas karena hanya ada enam departemen arkeologi di universitas-universitas di seluruh Indonesia.
Enam perguruan tinggi yang menawarkan program pelatihan arkeologi yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Universitas Udayana Bali, Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Universitas Indonesia (UI), Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari dan Universitas Jambi.
“Saat ini hanya ada enam sekolah yang menawarkan universitas arkeologi, Anda hanya bisa menghitungnya dengan dua tangan. Sedih karena Indonesia kaya sumber daya,” kata Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, Kamis (4/7), kepada Antara.
Laksana mengatakan, bahan-bahan tersebut bukan hanya sumber sejarah Indonesia, tetapi juga sumber sejarah dunia karena Indonesia adalah bagian dari peradaban dunia.
Ia meyakini, jumlah arkeolog Indonesia yang tersedia tidak sedikit jika dibandingkan dengan kemampuan menemukan makhluk hidup yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
“Ini belum cukup, tidak hanya untuk BRIN tapi juga untuk Indonesia. “Indonesia itu besar, bukan begitu, potensi arkeologinya belum habis ya, sebentar lagi hilang, cepat hancur,” ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya saat ini sedang memperluas banyak proyek eksplorasi arkeologi masa lalu di Indonesia hingga meluncurkan proyek penelitian yang dapat mendorong perguruan tinggi di Indonesia membuka program studi arkeologi.
Menurut dia, tugas BRIN untuk mencari dan mempelajari peninggalan nenek moyang Indonesia, karena Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) baru mengambil tanggung jawab setelah ada penemuan yang memiliki nilai budaya.
BRIN saat ini bekerja sama dengan Griffith University dan Southern Cross University, Australia, untuk menemukan lukisan gua atau lukisan batu kuno di Indonesia yang berusia minimal 51.200 tahun, dengan harapan dapat menginspirasi generasi muda untuk menjadi ilmuwan Indonesia di masa depan.
“Saat ini sudah ada universitas lain yang akan membuka jurusan arkeologi, yaitu Universitas Andalas. Jadi kami sangat mendukung itu dan akan menggunakan platform ekskavasi kawan-kawan sebagai salah satu proses untuk menjaring mahasiswa dan guru baru [bidang arkeologi],” ujarnya.
(Antara/dmi)
Tinggalkan Balasan