Menu

Mode Gelap

LifeStyle · 18 Sep 2024

Kisah Gus Dur di Istana, Akrab dengan Sayur Lodeh dan Lele Goreng


					Kisah Gus Dur di Istana, Akrab dengan Sayur Lodeh dan Lele Goreng Perbesar

Jakarta, jurnalpijar.com —

Kehidupan di istana tidak selalu seindah di negeri dongeng. Kelas Gus Dur mengerjakan menu yang sama, antara lain sayur lodeh dan lele goreng.

Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mengalami peralihan dari Istana Merdeka yang kosong menjadi istana yang ramai dan dihuni.

Putri ketiga Gus Dur, Inayah Wahid, mengatakan saat itu ayahnya memutuskan istana bisa digunakan kembali.

Gus Dur memutuskan untuk tinggal di Keraton. Ia selalu berkata, ‘Bayangkan kamu pergi ke Keraton dari Ciganjur setiap pagi? Banyak yang kesal, menghalangi jalan di depan Presiden. Kita bekerja untuk mereka, buat apa repot-repot,” kenang Inayah bersama Indonesian Gastronomy Community (IGC) di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (15/8).

Tinggal di istana yang tidak berpenghuni membawa berbagai konsekuensi, salah satunya adalah terbatasnya peralatan dapur. Inayah mengatakan, saat pertama kali keluarga tersebut pindah tidak tersedia makanan sehingga harus membeli makanan di luar istana.

Menu makanannya pun berkisar menu serupa, antara lain sayur lodeh, lele goreng, sayur asam, dan tempe goreng.

“Malam ini sayur lodeh dan lele goreng. Besok sayur lodeh dan tempe. Besok sayur lodeh dan tempe. Hanya saja belum ada layanan ojek online,” kata Inayah dan mereka tertawa.

Namun Gus Dur menyukai makanan. Inayah menuturkan, makanan sudah menjadi bahasa cinta keluarga besar Wahid.

Makan bersama keluarga mempunyai menu, seperti menu kenduri (jamuan untuk memperingati peristiwa tertentu, meminta berkah, atau mengucap syukur).

Menurut Inayah, Gus Dur ibarat database tempat makan mewah di Jakarta dan Jawa Timur. Penglihatannya tidak seperti kebanyakan orang, tapi dia bisa memberikan petunjuk detail dimana mereka berada.

Bagi Gus Dur, makanan bisa menjadi media politik. Dari data dan informasi yang diketahui Inayah tentang ayahnya, ide, pemikiran besar tentang kota tidak selalu datang dari konferensi atau debat yang besar dan serius.

“Pada masa pra istana (sebelum Gus Dur tinggal di istana), pemikiran dan gagasan tentang negeri ini lebih banyak lahir di warung sate, di warung soto, di samping gerobak mie,” ujarnya.

Begitu memasuki Istana, Gus Dur ingin agar Istana menjadi tempat yang dekat dengan rakyat, salah satunya melalui menu.

Inayah bercerita, ia menemani ibunya, Shinta Nuriyah Wahid, menemui pengunjung grup seni Jawa. Mereka disuguhkan menu masakan lokal yang menjadi fokus utama keraton.

“Mereka makan, lalu mereka berkata satu sama lain, ‘Sampai istana, makanan itu seperti rumah sendiri.’ Wah betah di istana,” kata Inayah sambil tertawa.

(pertama/pertama)

Artikel ini telah dibaca 1 kali

badge-check

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

20 Kota Termahal di Dunia 2024, Ada dari Negara Tetangga Indonesia

20 September 2024 - 01:17

Tragis, Wanita Tewas Akibat Terjebak di Konveyor Bagasi Bandara

19 September 2024 - 11:17

Jangan Unggah Boarding Pass di Medsos, Ini Alasannya

18 September 2024 - 18:14

Trending di LifeStyle