Menu

Mode Gelap

Internasional · 14 Jun 2024

Pakar Asing Ungkap Motif Pemerintah RI Beri Izin Tambang Ormas Agama


					Pakar Asing Ungkap Motif Pemerintah RI Beri Izin Tambang Ormas Agama Perbesar

Jakarta, jurnalpijar.com —

Pakar dari Australia mengungkap niat pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) membagi konsesi pertambangan kepada organisasi kemasyarakatan berbasis agama.

Menurut pengamat politik dan internasional Murdoch University, Ian Wilson, jika dilihat dari sisi pemerintahan dan politik, keputusan pemerintahan Jokowi merupakan bagian dari upaya mengurangi kesenjangan sosial. Namun, ia juga mengendus adanya upaya “balas budi” terkait kebijakan yang baru saja diambil.

“Secara resmi, argumen pemerintah adalah cara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kesenjangan sosial dan ekonomi dengan memperbaiki perusahaan-perusahaan besar,” kata Wilson saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (10/6).

Secara politis, Wilson melihat langkah tersebut sebagai sebuah “kesepakatan” atau cara untuk membayar kembali organisasi keagamaan tertentu yang mendukung pemerintah, termasuk memenangkan kursi kepresidenan berikutnya.

Salah satu penerima izin pertambangan adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Pada Pilpres Februari lalu, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf menegaskan pihaknya akan selalu mendukung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming.

Adik Yahya yang juga Menteri Agama sekaligus Ketua Gerakan Pemuda Ansor 2016, Yaqut Cholil Staquf, secara tidak langsung juga mendukung calon nomor urut 2 di Pilpres.

Selain itu, PBNU juga disebut-sebut dekat dengan pemerintah.

Pembagian kontrak pertambangan, lanjut Wilson, juga merupakan strategi untuk mengintegrasikan korporasi besar ke dalam jaringan kepentingan pemerintahan berikutnya.

Ia kemudian mengatakan, keputusan pemerintah mengenai pasokan mineral perlu dilihat dalam konteks iklim dan politik transisi energi.

Pemerintah memberikan kontrak batu bara dalam jumlah besar kepada PBNU. Izin usaha pertambangan batu bara (IUP) NU disebut masih tertunda.

Wilson melihat industri batubara dan kepentingan globalnya sebagai hambatan utama dalam transisi energi. Seharusnya pemerintah Indonesia, lanjutnya, melakukan upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim, bukan membagi-bagikan konsesi pertambangan kepada organisasi kemasyarakatan.

“Dengan memberikan konsesi batu bara kepada perusahaan besar seperti NU, industri yang menimbulkan polusi ini akan dipertahankan dan dilegitimasi dengan kedok agama,” kata Wilson.

Penggunaan dalih agama terlihat saat sejumlah tokoh PBNU melontarkan pernyataan soal perjanjian pertambangan.

“Beberapa tokoh PBNU membingkai hal ini sebagai peluang bagi NU untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan bertanggung jawab, padahal pengelolaan batubara belum ada masa depannya,” lanjut Wilson.

Awal Juni lalu, Gus Yahya mengapresiasi dan menyebut kebijakan pemerintah tersebut sebagai “langkah berani” dan pencapaian yang “penting”.

Memperluas pemanfaatan sumber daya alam yang dikuasai pemerintah untuk kepentingan rakyat secara langsung, kata Gus Yahya dalam keterangan resmi.

NU juga menegaskan kesediaannya untuk memainkan peran lebih besar dalam pengelolaan tambang, menjanjikan transparansi dan akuntabilitas dalam operasional bisnis.

Organisasi keagamaan lain seperti Muhammadiyah menyatakan akan mengkaji terlebih dahulu persoalan penerbitan izin pengelolaan pertambangan.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, organisasi ini belum memutuskan untuk menolak atau menerima pemberian tersebut.

“Kami tidak akan terburu-buru dan menguji diri sendiri agar tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan pemerintahan,” kata Mu’ti dalam keterangan resmi, Minggu (9/6).

Pada saat yang sama, Kristen Batak Protestan Liberal (HKBP) dan Konferensi Waligereja Katolik Indonesia (KWI) dengan tegas menolak memanfaatkan peluang tersebut.

Komentar Wilson muncul setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengizinkan organisasi keagamaan mengelola tambang di Indonesia.

Undang-undang ini diatur melalui PP no. 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Pertambangan dan Batubara.

Peraturan ini memperbolehkan organisasi keagamaan, seperti NU dan Muhammadiyah, untuk mengelola pertambangan sebagaimana dijelaskan pada pasal 83A.

Pasal tersebut menyebutkan bahwa organisasi keagamaan kini bisa memiliki wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).

Selain Ian, media asal Hong Kong, South China Morning Post (SCMP), juga menyoroti dugaan praktik politik yang dilakukan Jokowi dengan memberikan izin pertambangan kepada korporasi besar.

Dalam artikel berjudul ‘Jokowi Indonesia Dituduh ‘Politik Transaksional’ pada Izin Tambang Keagamaan’, para analis menilai kebijakan ini diharapkan dapat memastikan bahwa korporasi besar pemberi izin pertambangan akan terus mendukung Jokowi bahkan setelah presiden mengundurkan diri pada bulan Oktober.  (isa/rds)

Artikel ini telah dibaca 2 kali

badge-check

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Topan Shanshan Mendekat, Ribuan Warga Jepang Diminta Mengungsi

5 November 2024 - 16:15

Gadis 8 Tahun yang Hilang 19 Hari Ditemukan Tewas di Turki

4 November 2024 - 22:14

Zelensky Tiba di Singapura, Bersiap Pidato dalam Forum Keamanan

2 November 2024 - 16:14

Trending di Internasional