Jakarta, CNN Indonesia –
Beberapa wilayah di Indonesia mungkin akan kembali mengalami hujan lebat pada bulan Agustus-September, ketika musim kemarau sedang meningkat di banyak daerah. Apa itu pemicu?

Direktur Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan pada musim kemarau terdapat beberapa “hal perancu” yang disebabkan oleh fenomena klimatologi hingga Madden Julian Oscillation (MJO) dan Equatorial Kelvin dan Rossby. . Ombak.
Dia mengatakan, “gangguan” tersebut memicu munculnya awan di sebagian besar wilayah Indonesia yang sudah memasuki musim kemarau.
Biasanya 1-2 hari, maksimal 3 hari, tidak lebih. Nanti pindah ke wilayah Tengah, Timur, lalu jangan heran kalau satu bulan akan terjadi lagi. tidak akan terjadi lagi atau dalam dua bulan akan terjadi lagi.
Dwikorita menjelaskan, faktor tersebut menyebabkan terjadinya hujan lebat di beberapa wilayah Indonesia, termasuk Jabodetabek, pada awal Juli lalu. Meski demikian, dia memastikan cuaca basah tersebut tidak akan berlangsung lama.
“Jadi peristiwa berat ini tidak akan berlangsung sebulan, bahkan tidak sampai seminggu. Dalam minggu yang sama, dampak MJO mungkin akan terjadi di Sulawesi atau Ambon. Kali berikutnya akan masuk ke wilayah Papua,” dia menjelaskan. .
Selain itu, Dwikorita juga membeberkan peran La Nina yang berperan membuat musim panas di Indonesia lebih basah dibandingkan tahun lalu. La Nina merupakan fenomena iklim global dimana permukaan laut di Samudera Pasifik bagian tengah dan timur lebih dingin dari biasanya.
Menurut dia, La Nina juga menyebabkan peningkatan curah hujan saat musim panas di Indonesia pada periode 2020 hingga 2022. Selain itu, kehadiran La Nina dapat menyebabkan cuaca ekstrem di musim panas.
“Musim kemarau tahun 2020-2022 merupakan musim kemarau karena curah hujan di Indonesia semakin meningkat akibat peristiwa La Nina,” jelasnya.
Sebelumnya, Deputi Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan meski kondisi sedang musim kemarau, bukan berarti tidak akan turun hujan. Namun curah hujannya di bawah 50 mm/base.
“Memang benar sebagian besar wilayah Indonesia akan terjadi pada bulan Juli dan Agustus 2024 yaitu 77,27 persen, dimana 63,95 persen musim kemarau diperkirakan akan terjadi selama 3 sampai 15 hari,” kata Guswanto. BMKG. situs web, Senin (8/7).
Namun bukan berarti pada musim kemarau tidak turun hujan sama sekali, melainkan turun hujan meski besarnya di bawah 50 mm/hari, lanjutnya.
Pekan depan, BMKG memperkirakan masih akan terjadi peningkatan curah hujan yang signifikan di beberapa wilayah di Indonesia.
Menurut BMKG, penyebabnya karena suasana di belahan dunia tersebut sangat berbahaya. Di antaranya aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin, dan fenomena Rossby Equatorial di banyak wilayah Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan sebagian besar Papua.
Selain itu, suhu laut yang hangat dan perairan di sekitar Indonesia turut memberikan kondisi yang mendukung tumbuhnya awan besar di Indonesia.
(satu/setengah)