BONTANG – Kota Bontang merayakan hari jadinya yang ke-26 dengan sejumlah pencapaian di bidang ekonomi. “Kota Taman” ini berhasil menunjukkan ketangguhan dalam bangkit dari keterpurukan ekonomi dan bahkan mencatat pertumbuhan pesat tanpa bergantung pada sektor minyak dan gas bumi (migas).
Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, menyampaikan kebanggaannya atas capaian ini saat memimpin upacara HUT ke-26 Kota Bontang di Stadion Bessai Berinta (Lang-Lang), Rabu (15/10/2025). “Alhamdulillah, tanpa migas pun ekonomi Bontang bisa tumbuh tinggi. Ini bukti kerja keras bersama dan efektivitas berbagai program pemberdayaan masyarakat,” ungkapnya.

Perjalanan menuju kebangkitan ini tidaklah mudah. Tahun 2024 menjadi periode yang menantang bagi Bontang dengan kontraksi ekonomi mencapai -2,15 persen. Namun, tanda-tanda pemulihan mulai tampak di awal 2025. Pada kuartal pertama, ekonomi berhasil tumbuh 1,6 persen, kemudian mengalami akselerasi signifikan hingga mencapai 4,8 persen di kuartal kedua.
Yang lebih menggembirakan, sektor nonmigas mencatatkan pertumbuhan fantastis hingga 9,8 persen, memberikan sinyal kuat bahwa Bontang mulai menemukan kemandirian ekonominya. “Angka ini bukan sekadar statistik. Di baliknya ada semangat warga yang berdaya, UMKM yang tumbuh, dan program sosial yang benar-benar menyentuh masyarakat,” jelas Neni.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini juga diimbangi dengan pemerataan kesejahteraan yang baik. Rasio Gini Bontang kini berada di angka 0,330, lebih baik dibandingkan rata-rata nasional yang mencapai 0,381. Rasio Gini yang mengukur kesenjangan pendapatan ini menunjukkan bahwa jurang antara kaya dan miskin di Bontang semakin menyempit.
“Distribusi pendapatan di Bontang sudah relatif merata. Ini buah dari ekonomi yang inklusif,” tegas Neni. Capaian ini menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi kota tidak hanya dinikmati segelintir pihak, melainkan dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat.
Untuk memperkuat fondasi ekonomi jangka panjang, Pemerintah Kota Bontang juga berinvestasi besar di sektor pendidikan. Salah satu langkah konkret adalah pemberian subsidi Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi 2.032 mahasiswa asal Bontang, memastikan tidak ada anak muda yang putus kuliah karena kendala biaya.
Kebijakan ini berdampak positif pada peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Bontang, yang kini tercatat di atas rata-rata provinsi dan nasional. “Semua kebijakan kami arahkan pada satu tujuan besar: mewujudkan Bontang tanpa kemiskinan ekstrem,” tegas Neni.
Kombinasi pertumbuhan ekonomi yang stabil, pemerataan pendapatan, dan peningkatan kualitas pendidikan menjadi fondasi baru Bontang dalam menuju kemandirian ekonomi. Kota ini kini tidak hanya dikenal sebagai kota industri migas, melainkan telah bertransformasi menjadi simbol kota hijau, inklusif, dan berkeadilan.
“Kita ingin Bontang tumbuh bersama warganya mandiri, maju, dan sejahtera tanpa meninggalkan siapa pun,” pungkas Neni, menegaskan visi pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan untuk masa depan Kota Bontang. (*)