Menu

Mode Gelap

Teknologi · 15 Agu 2024

Beda Harga Starlink di RI, Malaysia, dan Singapura, Mana Lebih Murah?


					Beda Harga Starlink di RI, Malaysia, dan Singapura, Mana Lebih Murah? Perbesar

Jakarta, jurnalpijar.com —

Starlink menjadi sorotan di Indonesia karena layanan internet berbasis satelit milik miliarder Elon Musk jauh dari harga layanan serupa. Periksa perbedaan antara tarif.

Perusahaan awalnya menjual perangkat keras tersebut sebagai parabola seharga Rp 7,8 juta. Mereka kemudian menurunkan harga menjadi Rp 4,68 juta untuk pelanggan pertama. Pada saat yang sama, biaya berlangganan bulanan adalah 750 ribu rubel.

Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) juga menyoroti harga layanan dan peralatan Starlink yang lebih murah dibandingkan pemain satelit lainnya.

Sekjen ASSI Sigit Jatipuro mengatakan, “Harga Starlink lebih murah dibandingkan pemain lokal. Misalnya harga lokal termurah untuk VSAT unlimited Rp 3,5 juta, sedangkan harga Starlink Rp 750.000. Bisa dihitung berapa kali selisih harganya.” Kutipan dari Detikcom.

Lalu harga perangkat lokal termurah Rp 9,1 juta, dan harga promosi Starlink Rp 4,6 juta, lanjutnya.

Lalu bagaimana perbandingan harga Starlink di Indonesia dan negara tetangga?

Sebelum di Indonesia, Starlink beroperasi di banyak negara di dunia. Di kawasan Asia Tenggara, Starlink saat ini melayani empat negara: Singapura, Malaysia, Indonesia, dan Filipina.

Berdasarkan laman resmi Starlink, biaya bulanan layanan internet berbasis satelit di Singapura setara dengan 110 dolar Singapura atau Rp 1,3 juta. Harga perangkat keras Starlink Singapura setara dengan Rp 7,98 juta.

Starlink di Malaysia mengenakan biaya 220 Ringgit untuk layanannya atau sekitar Rp 758 ribu per bulan. Perangkat keras tersebut dibanderol dengan harga 1.150 ringgit atau sekitar Rp 3,9 jutaan.

Kemudian di Filipina, Starlink membebankan biaya berlangganan bulanan sebesar 2.700 peso atau setara Rp 747 ribu untuk pelanggannya. Harga peralatannya 28 ribu peso atau setara Rp 7,7 juta

Starlink Indonesia melalui kuasa hukumnya membantah menerapkan strategi predatory pricing atau diskon besar-besaran untuk menghancurkan pesaing. Perusahaan mengklaim penurunan harga perangkat keras bersifat sementara.

“Sama sekali tidak ada predatory pricing. Promosi melalui Starlink adalah hal normal yang diperbolehkan oleh hukum,” kata Krishna Vesa, senior associate Somaiprada dan Taher.

Dugaan predatory pricing Starlink membuat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) turun tangan dengan menggelar forum diskusi kelompok pada Rabu (29/5).

Forum tersebut dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan seperti Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Indonesia (ATSI), Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) dan perwakilan Starlink Indonesia.

Anggota KPPU Hilman Pujana mengatakan dugaan predatory pricing perlu divalidasi lebih lanjut. Menurutnya, harga predator tidak bisa dikatakan tercipta hanya dengan menjual produk murah.

“Potensi terjadinya predatory pricing, dari sudut pandang persaingan praktis, tentu predatory pricing itu memerlukan proses. Jadi kita tidak hanya bicara orang menjual murah, itu bukan sebuah konsep,” kata Hillman.

“Jadi para pelaku usaha yang melakukan predatory pricing memiliki berbagai persyaratan yang disebut dengan UU Predatory Pricing,” lanjutnya.

(tim/dmi)

Artikel ini telah dibaca 4 kali

badge-check

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Gunung Bawah Laut Ditemukan di Chile, 4 Kali Tinggi Burj Khalifa

3 November 2024 - 07:15

PODCAST: Budi Arie Blak-blakan soal Lima Bandar Judi Online

3 November 2024 - 03:16

Program Sanitasi Era Covid Asal Lampung Raih Penghargaan dari Jepang

3 November 2024 - 02:14

Trending di Teknologi