Jakarta, jurnalpijar.com —
Tentara Korea Selatan mulai menyanyikan propagandanya, seperti menyiarkan lagu-lagu K-pop termasuk musik boy band BTS, melalui pengeras suara di perbatasan Korea Utara pada Minggu (21/7).
Kampanye tersebut menampilkan berita, pesan-pesan yang mendorong tentara Korea Utara di dekat perbatasan untuk melarikan diri ke Korea Selatan, musik K-pop, termasuk lagu-lagu BTS seperti ‘Dynamite’ dan ‘Butter’.
“Seperti yang telah kami peringatkan berkali-kali, kami akan memberikan pengumuman besar-besaran mulai pukul 1 siang,” seperti dilansir Kantor Berita Yonhap, Minggu (21/7).
JSC mengatakan upaya itu dilakukan sebagai respons terhadap penembakan lebih dari 2.000 roket berisi puing-puing dari Korea Utara ke Korea Selatan sebanyak lima kali. Korea Utara juga melihat respons Korea Selatan sebagai perang ideologi.
Pada saat yang sama, wakil pemimpin Partai Pekerja di Korea Utara, Kim Yo-jong, mengatakan bahwa partainya akan mengubah taktik penyerangannya jika tentara dan pengungsi Korea Selatan terus berkampanye.
Kim mengatakan dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita negara Korea Utara KCNA: “Kami juga akan memperingatkan keras para teroris.
Mempublikasikan penggunaan pengeras suara merupakan salah satu cara yang dilakukan Korea Selatan dalam menghadapi Korea Utara. Cara ini telah digunakan Korea Selatan sejak Perang Korea pada tahun 1950-1953.
Mantan presiden Korea Selatan, Ny. Park Geun Hye, mencatat bahwa propaganda tersebut berhasil menyebabkan sebagian warga Korea Utara memberontak dan mengungsi ke Korea Selatan.
Korea Selatan mulai menyiarkan propaganda menggunakan pengeras suara setelah berakhirnya Perang Korea. Pembatalan perjanjian tersebut sebagai respons atas pengiriman balon berukuran besar oleh Korea Utara.
Perjanjian yang ditandatangani di bawah pemerintahan Moon Jae-in pada tahun 2018 melarang pengeboran di dekat perbatasan dan tindakan lain yang dianggap kontroversial.
Korea Utara mengutuk kampanye tersebut, serta pamflet anti-Pyongyang yang dikirim oleh aktivis Korea Selatan, karena khawatir kebocoran informasi asing dapat merugikan pemerintahan Kim Jong Un.
Korea Utara dan Selatan secara teknis sedang berperang karena Perang Korea tahun 1950-1953 berakhir dengan perang, bukan perjanjian damai. (kr/rds)
Tinggalkan Balasan