Jakarta, jurnalpijar.com —
Meski Badan Cuaca, Meteorologi, dan Geofisika (BMKG) telah memperingatkan potensi gempa di kedua megathrust tersebut, namun para ahli mengaku belum mampu memprediksi datangnya gempa karena keterbatasan teknologi dan akses geografis.
Dariono, Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG, sebelumnya mewanti-wanti adanya dua megathrust di Indonesia yang sudah lama tidak mengeluarkan energinya.
Megathrust adalah daerah tempat lempeng tektonik bumi bertabrakan sehingga berpotensi menimbulkan gempa bumi dahsyat dan tsunami. Wilayah tersebut diperkirakan akan “pecah” berulang kali dalam selang waktu ratusan tahun.
Kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Nankai Megathrust saat ini serupa dengan yang dialami ilmuwan Indonesia, khususnya Megathrust Celah Seismik Selat Sunda (M8.7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M8.9), ujarnya dalam tulisan. pernyataannya pada Minggu (11/08).
Celah seismik berarti suatu wilayah yang rawan gempa namun belum pernah mengalami gempa besar dalam kurun waktu puluhan ribu tahun terakhir.
“Pelepasan gempa di dua segmen megathrust ini ‘hanya tinggal menunggu waktu saja’, karena kedua wilayah ini belum pernah mengalami gempa besar selama ratusan tahun.”
Katanya, merujuk pada gempa berkekuatan 7,1 SR yang memicu tsunami di Jepang pada Jumat (8/8) yang bersumber dari Nankai Megathrust, salah satu zona sesar seismik.
Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017 menyebutkan segmen megathrust Mentawai-Suberut dan megathrust Selat Sunda terakhir kali mengalami gempa lebih dari 100 tahun yang lalu.
Megathrust Selat Sunda dengan panjang 280 km, lebar 200 km dan kecepatan slip 4 cm per tahun, tercatat pernah “pecah” pada M 8,5 pada tahun 1699 dan 1780.
Megathrust Mentavaj-Siberut sepanjang 200 km dan lebar 200 km dengan slip rate 4 cm per tahun pernah mengalami gempa berkekuatan M 8,7 pada tahun 1797 dan M 8,9 pada tahun 1833.
Pertanyaan selanjutnya adalah kapan gempa akan terjadi di kedua sisi megathrust.
Cara kerja gempa bumi
Pada Maret lalu, Dariono mengaku mendapat “kejutan” saat menganalisis serangkaian gempa besar yang berasal dari patahan yang belum terpetakan di dekat Pulau Bawan di Jawa Timur.
“Teori gempa saat ini tidak bisa memprediksi gempa. Faktanya, ilmu pengetahuan dan teknologi seismologi saat ini belum didedikasikan untuk memprediksi gempa bumi,” ujarnya.
Gempa bumi terjadi ketika terjadi pergerakan patahan atau retakan pada kerak bumi. Semakin banyak perpindahan di wilayah yang lebih luas menyebabkan gempa bumi yang lebih besar.
Seluruh kesalahan tidak hilang sekaligus. Sebaliknya, gempa bumi berasal dari satu titik, yaitu suatu tempat yang tegangannya lebih besar daripada magnitudonya.
Gempa bumi kecil terjadi setiap saat, dan sekitar 20.000 gempa bumi di atas M4 tercatat setiap tahun di seluruh dunia.
Ahli seismologi dan seismolog Cornell University, Judith Hubbard, mengatakan gempa bumi besar berawal dari gempa kecil, namun bertambah kuat dan dilepaskan sekaligus.
“Setiap peningkatan kekuatan dikaitkan dengan pecahnya patahan lima kali lebih lama,” katanya, Anadolu Agency melaporkan.
Ia mengatakan, gempa M5 disebabkan oleh patahan sepanjang 2 km; Gempa M6 disebabkan oleh patahan sepanjang 10 km.
Sedangkan gempa M7 memicu patahan sepanjang 50 km; Gempa berkekuatan M 8 sepanjang 250 km dan gempa berkekuatan M 9 sepanjang 1.250 km.
Hubbard mengatakan kerusakan menyebar beberapa kilometer per detik. Akibatnya, gempa berkekuatan 8 SR bisa terjadi dalam waktu 2 atau 2 menit.
Semakin lama gempa bertambah maka perpindahan total juga semakin besar. Satu sisi patahan bergerak relatif terhadap yang lain, mengubah tekanan pada kerak bumi di sekitarnya dan tekanan yang diterapkan pada patahan di dekatnya.
Sinyal gempa dan teori konspirasi ada di halaman berikutnya…
Tinggalkan Balasan