Jakarta, jurnalpijar.com —
Perdana Menteri Narendra Modi diperkirakan akan memimpin India untuk ketiga kalinya setelah koalisinya memenangkan pemilihan umum.
Pada Selasa (4/6), Komisi Pemilihan Umum India (KPU) mengumumkan Aliansi Demokratik Nasional (NDA) memenangkan pemilu. Koalisi ini juga berhasil memperoleh 272 kursi di DPR.
NDA adalah koalisi yang dipimpin oleh Partai Bharatiya Janata (BJP). Modi adalah anggota BJP.
Sebelum menjabat untuk ketiga kalinya, Modi sudah akrab dengan dunia politik dan pemerintahan.
Modi memasuki dunia politik pada tahun 2001 dengan mencalonkan diri sebagai Ketua Menteri. Pada tahun 2002, ia terpilih sebagai ketua menteri negara bagian Gujarat dan menjabat selama dua puluh tahun hingga tahun 2014.
Saat memimpin Gujarat, Modi membangun profil publiknya sehingga ia bisa mencalonkan diri sebagai Perdana Menteri. Namun, setahun setelah menjadi presiden, Modi justru menjadi pusat perhatian. Saat itu sedang terjadi kerusuhan.
Konflik bermula dari adu mulut antara peziarah dan pedagang Hindu di stasiun Godhra. Konflik berubah menjadi kekerasan setelah sekelompok Muslim dituduh membakar sebuah pesawat.
Kekerasan tersebut telah menyebabkan 59 orang tewas. Modi dan pemerintah daerah dituduh berkonspirasi dan tidak melakukan apa pun untuk menghentikan kekerasan tersebut.
Permasalahan ini juga diangkat dalam bidang hukum. Namun, Mahkamah Agung membebaskan Modi.
Pada tahun 2014, Modi mencalonkan diri sebagai perdana menteri untuk pertama kalinya. Satu masa jabatan PM India adalah lima tahun. Kini, dia sudah memasuki fase ketiga.
Di bawah kepemimpinan Modi, India menjadi sorotan, terutama dalam melawan terorisme agama.
Saat ini, Modi juga dikaitkan dengan politik identitas dan agama Hindu.
“Dia menampilkan dirinya sebagai pemimpin Hindu yang membangun rasa bangga terhadap sesama umat Hindu,” kata Sushant Singh, analis politik di Universitas Yale, dikutip Sky News.
India juga memiliki undang-undang yang terkesan mendiskriminasi non-Hindu, seperti undang-undang yang melarang penggunaan cadar, penjualan ternak, dan mempersulit pernikahan Hindu-Muslim.
Di bawah rezim Modi, demokrasi di India juga terancam.
Polisi sering menggunakan kekerasan untuk menekan protes dan kritik terhadap Modi.
Sejak tahun 2014, India telah melarang lebih dari 20.700 organisasi non-pemerintah (LSM) karena diduga melanggar undang-undang pendanaan asing.
Beberapa orang menuduh bahwa langkah ini adalah untuk membungkam kritik terhadap Modi.
Kebebasan jurnalis di India juga menjadi perhatian. Jurnalis diancam dan dipukuli di negara ini.
“Demokrasi India dalam sepuluh tahun terakhir telah memburuk secara dramatis,” kata kritikus Modi, Harsh Mander. Ia dulunya mempunyai sebuah LSM, namun pihak berwenang menggerebek dan menutupnya.
Mander juga mengatakan sistem peradilan India tidak konsisten dalam melindungi nilai-nilai konstitusi. Selain itu, ia menilai media – karena dikendalikan penguasa – hanyalah corong pemerintah.
“Media menjadi mercusuar bagi pemerintah yang berkuasa dan menyebarkan kebencian terhadap minoritas Muslim,” katanya. (cukup/tidak)
Tinggalkan Balasan