Menu

Mode Gelap

Hiburan · 28 Agu 2024

Review Serial: Joko Anwar’s Nightmares and Daydreams


					Review Serial: Joko Anwar’s Nightmares and Daydreams Perbesar

Jakarta, jurnalpijar.com –

Suka atau tidak, Joko Anwar sepertinya orang yang tepat untuk menggarap serial fiksi ilmiah supernatural seperti Mimpi Buruk dan Mimpi Buruk karya Joko Anwar.

Serial seperti ini membutuhkan imajinasi yang liar, namun juga didasarkan pada cerita yang membumi. Joko Anwar berusaha memenuhi kedua syarat tersebut dalam tujuh episode Mimpi Buruk dan Mimpi, dan menurut saya hasilnya sangat menjanjikan.

Nightmares and Dreams tidak hanya menandai kembalinya Joko Anwar menggarap proyek non-horor, tetapi juga mengukuhkan posisinya sebagai serial fiksi ilmiah supernatural Indonesia pertama yang merevolusi industri tersebut.

Tujuh episode serial ini menampilkan cerita dengan latar dan karakter berbeda, tetapi tidak dalam format antologi. Meski bukan sebuah konsep baru, namun konsep tersebut terkesan menarik karena penonton disuguhkan rangkaian peristiwa berbeda yang endingnya saling terkait.

Sebagai seorang kreator, Joko Anwar bisa mengeksplorasi cerita mengenai permasalahan sosial di Indonesia dengan premis berbeda.

Misalnya, beberapa episode seperti “Orphans” dan “Hypnotized” berkisah tentang penderitaan di tengah kemiskinan. Ada juga episode seperti “The Old House” dan “The Date” yang membahas masalah keluarga dan banyak topik lainnya.

Di balik itu, Joko Anwar mencoba memasukkan unsur fiksi ilmiah dan supernatural secara perlahan ke dalam cerita. Berbagai episode yang menyentuh topik-topik yang dekat dengan masyarakat ibarat jembatan menuju dunia ciptaan Joko Anwar.

Menurut saya Jocko benar-benar menggunakan ide dan imajinasinya saat membuat tujuh episode ini. Lama terobsesi dengan teori UFO, ia kemudian mengubah ide gilanya menjadi cerita fiksi ilmiah supernatural.

Namun, ada efek samping mengakhiri serial dengan format plot yang berbeda di setiap episodenya. Salah satu dampak yang mungkin terjadi adalah kecenderungan untuk membandingkan hasil masing-masing bagian.

Menganalisis setiap episodenya, mimpi buruk dan mimpi tidak selalu solid. Episode pertama, The Old House, dimulai dengan menjanjikan, meski mulai tersendat menjelang akhir cerita.

Episode kedua bertajuk ‘Orphan’ ini memiliki plot yang mengangkat berbagai isu kelas menengah dan didukung oleh penampilan apik dari Nirina Zubir dan Yoga Pratama.

Saya rasa sebagian besar penonton akan memilih episode 3 (Puisi dan Penderitaan) dan episode 4 (The Encounter) sebagai episode favorit mereka.

“Poems and Pain” menghadirkan premis yang benar-benar baru, yang diterapkan dengan cemerlang oleh sutradara muda Randolph Zaney. Penampilan Marissa Anita tak boleh dilewatkan dan sangat solid dari awal hingga akhir.

“The Encounter” adalah film favorit saya karena mengambil latar di desa yang terancam penggusuran. Perjalanan Wahyu (Lukman Sardi) di episode 4 ini sangat menarik karena mengandung cerita yang berani, mengingatkan kita pada nabi atau penyelamat.

Episode ini juga memberi saya banyak petunjuk jelas yang membantu saya memahami kisah mimpi buruk dan mimpi buruk yang lebih besar.

Episode 5 “The Other Side” juga memiliki kisah supernatural yang menarik. Namun, aspek yang paling menonjol dari episode ini bukanlah plotnya, melainkan penampilan para pemerannya.

Hal serupa juga terjadi pada episode keenam Hypnotized yang sebagian besar diangkat dari ulah Fakhri Albar. Lagipula, dari segi plot, episode ini seringkali melenceng dari batas realisme, sehingga mungkin menyulitkan penonton pada umumnya untuk memahaminya.

Berperan sebagai episode terakhir, PO Box menunjukkan cukup banyak janji ketika berdiri sendiri. Ceritanya penuh rahasia hingga rahasia besar dan gila itu akhirnya terungkap.

Namun, menjelang akhir, sepertinya episode tersebut akan berantakan. Saya memahami bahwa akhir episode sengaja meninggalkan pertanyaan yang hanya bisa dijawab jika musim kedua dikonfirmasi.

Sayangnya, keputusan tersebut membuat benang merah setiap episode yang dinantikan penonton tidak dijelaskan sepenuhnya.

Hal ini mungkin juga akan kembali memicu diskusi di kalangan penggemar Joko Anwar dan pemirsa biasa yang memahami gaya penulisnya.

Bahkan konten fiksi ilmiah dan supernatural yang ditampilkan dalam Nightmares and Dreams sepertinya hanya permukaan saja. Sepertinya Joko Anwar masih punya cerita besar di alam semesta yang diciptakannya.

Pasalnya, makhluk yang muncul sepanjang sejarah masih asing dan belum terdefinisi. Dalam serial ini, ancaman yang dihadapi umat manusia tidak disajikan secara gamblang, sehingga wajar jika masih banyak pertanyaan yang tersisa.

Saya juga menyimpulkan bahwa ketujuh episode ini mewakili “awal” perjalanan karakter-karakter penting dalam menghadapi makhluk asing yang mengancam kehidupan manusia.

Namun di balik semua itu terdapat karya terbaru Jocko yang menunjukkan banyak harapan dan merupakan seri yang sangat mudah untuk diselesaikan dalam sekali duduk.

Kita berharap Netflix kemudian memberikan lampu hijau untuk season kedua “Nights and Dreams” karya Joko Anwar agar visi besar penulisnya tidak sia-sia.

(akhir)

Artikel ini telah dibaca 5 kali

badge-check

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Trailer Mufasa: The Lion King Ungkap Persahabatan Masa Kecil Scar

6 November 2024 - 05:14

Chanyeol EXO Bakal Konser City-scape di Jakarta 7 Desember

6 November 2024 - 00:14

Syahrini Bagikan Momen Melahirkan Princess R Didampingi Reino Barack

5 November 2024 - 23:15

Trending di Hiburan