Jakarta, jurnalpijar.com —
Pelecehan seksual menggunakan teknologi deepfake menjadi topik hangat di Korea Selatan. Korban dalam kasus ini berkisar dari kalangan muda hingga tentara.
Deepfake adalah jenis kecerdasan buatan yang digunakan untuk membuat gambar, audio, dan video palsu.
Kasus ini menjadi perhatian publik setelah beberapa chat room Telegram diduga membuat dan menyebarkan pornografi palsu.
Nama-nama lounge tersebut dipilih berdasarkan nama lebih dari 100 universitas di Korea Selatan. Ruang obrolan dengan lebih dari 133 ribu anggota.
Beginilah cara kerja deepfake di Telegram dengan mengubah foto menjadi foto telanjang. Salah satu ruang sosial awalnya menawarkannya secara gratis dan beralih ke situs berbayar dengan harga Rp 7.579 per gambar dalam mata uang kripto.
Kantor berita Korea Selatan Yonhap melaporkan sebagian besar korban adalah anak muda, seperti siswa SMP dan SMA. Ia mengatakan, korbannya adalah guru dan tentara.
Polisi juga telah melakukan penyelidikan lain atas aktivitas seksual tersebut.
Kim Bong-sik, kepala Badan Kepolisian Metropolitan Seoul, mengeluhkan bahwa kasus ini sudah terlalu meluas.
“Sangat mengkhawatirkan bahwa video tersebut tidak hanya membuat siswa dan guru tetapi juga menyebar di kalangan anak muda yang melek teknologi,” kata Kim.
Berdasarkan catatan polisi, terdapat 297 kasus eksploitasi seksual di Korea Selatan sepanjang Januari hingga Juli.
178 orang didakwa dalam kasus ini. Sekitar 113 atau 73 persen di antaranya adalah generasi muda.
Di Seoul, 10 remaja berusia 14 tahun ke atas ditangkap karena kejahatan serius antara Januari dan Juli 2024.
Penemuan ini menimbulkan ketakutan dan kecemasan di kalangan warga Korea Selatan. OSIS di beberapa sekolah di Seoul juga telah mengeluarkan peringatan tentang bahaya tuduhan palsu.
Ia meminta para pelajar menghindari atau menghapus fotonya dari internet agar tidak ketahuan troll. (ini/DNA)
Tinggalkan Balasan