Menu

Mode Gelap

Teknologi · 16 Sep 2024

Kenapa Jepang Terkenal dengan Gempa Bumi?


					Kenapa Jepang Terkenal dengan Gempa Bumi? Perbesar

Jakarta, jurnalpijar.com —

Gempa bumi dahsyat sepertinya tak henti-hentinya melanda Jepang, termasuk gempa hari ini yang memicu peringatan tsunami. Para ahli mengungkapkan, hal ini ada kaitannya dengan posisi Negeri Matahari Terbit di lempeng tektonik yang ‘rapuh’. Dan ini memperkuat reputasi globalnya.

Menurut Daryon, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Jepang dilanda gempa berkekuatan 7,1 skala richter hari ini, Kamis (8/8) pukul 14:42:58 WIB.

Episentrum gempa berada di kedalaman 39 km di laut.

Gempa bumi ini berdampak paling kuat di Prefektur Miyazaki dengan skala intensitas mencapai VI-VII MMI dan berpotensi menimbulkan kerusakan. Media lokal juga memberitakan, beberapa pantai di Jepang tertutup gelombang tsunami setinggi kurang dari setengah meter.

Sebelum bencana ini, Jepang juga sering menjadi berita utama internasional karena gempa bumi, termasuk gempa berkekuatan 7,4 skala richter pada awal tahun 2024 yang merusak sebagian besar kota dan menewaskan puluhan orang.

Jangan sampai kita lupa, Maret 2011 lalu adalah gempa M9 yang memicu terjadinya tsunami dan bencana nuklir di reaktor Fukushima.

Karena gempa bumi sangat umum terjadi, negara ini merupakan pionir dalam studi tentang tsunami, yang juga diambil dari kata dalam bahasa Jepang yang berarti pelabuhan dan gelombang.

Lalu mengapa Jepang sangat rawan gempa?

Gempa bumi terjadi ketika dua lempeng tektonik bertabrakan dan satu lempeng meluncur di bawah lempeng lainnya, sehingga melepaskan ledakan energi secara tiba-tiba.

Jepang terletak di empat lempeng tektonik utama, menjadikannya salah satu tempat di dunia yang paling mungkin mengalami aktivitas tektonik.

“Semakin banyak lempeng yang Anda miliki dan, yang lebih penting, semakin banyak batas lempeng yang ada atau di seluruh negara seperti Jepang, semakin banyak interaksi lempeng yang menyebabkan gempa bumi,” kata Robert Butler, profesor geofisika di Universitas Portland. dan Universitas Arizona, menurut Washington Post.

“Jadi semakin banyak batas lempeng berarti semakin banyak gempa,” tambahnya.

Cincin Api

Saeko Kita, ahli seismologi di International Institute of Seismology and Earthquake Engineering di Ibaraki, Jepang, mengungkapkan, Jepang dan sekitarnya menyebabkan 18 persen gempa bumi dunia akibat tektonik aktif. 

Setiap tahunnya, Jepang mengalami sekitar 1.500 gempa bumi yang dirasakan masyarakat. Beberapa jenis aktivitas seismik tercatat terjadi kira-kira setiap 5 menit.

Bukan hal yang aneh jika terjadi begitu banyak gempa bumi di sepanjang kawasan berbentuk tapal kuda yang sering disebut “Cincin Api” di sepanjang tepi Samudera Pasifik.

Terdapat lebih dari 400 gunung berapi aktif di tempat ini. Kisaran ini terbentang dari pantai timur Australia hingga Rusia timur dan sepanjang pantai barat Amerika Utara dan sepanjang pantai barat Chili.

Ini adalah daerah yang aktif secara geologis di mana gempa bumi, tsunami, dan gunung berapi sering terjadi. Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) dan Pusat Informasi Tsunami Internasional (ITIC) menyebutkan sekitar 80 persen gempa bumi dan tsunami terbesar di dunia terjadi di kawasan ini.

Bukan hanya Jepang

Lucy Jones, seismolog senior di USGS, mengungkapkan bahwa Taiwan dan Filipina juga berada di tiga lempeng tektonik utama dan secara alami rentan terhadap aktivitas seismik.

Meskipun Jepang adalah negara yang lebih besar dan lebih padat penduduknya dibandingkan Taiwan dan Filipina, Jepang telah menerima lebih banyak perhatian.

Pasalnya, ada persepsi bahwa gempa di wilayah ini berdampak lebih banyak pada masyarakat.

Sejarah panjang Jepang dalam mencatat dan mempelajari dampak gempa bumi dan tsunami, dipadukan dengan kesiapsiagaan bencana yang ekstensif, memperkuat persepsi ini.

“Sebenarnya Filipina dan Taiwan mengalami gempa bumi sebanyak yang terjadi di Jepang, namun menurut saya sebagian dari persepsi tersebut adalah karena Jepang telah mengembangkan teknologi untuk menghadapinya,” kata Jones.

Mitigasi Bencana di Jepang

Jepang mengukur gempa bumi berdasarkan seberapa besar guncangan yang terjadi, bukan berdasarkan besarnya gempa. Gempa bumi tanggal 1 Januari tercatat berkekuatan 7 skala Richter Jepang, yang merupakan gempa tertinggi.

Bandingkan dengan satu abad yang lalu. Saat itulah Tokyo dilanda Gempa Besar Kanto, yang tercatat berkekuatan 7 atau lebih besar dari 6 skala modern. Lebih dari 105.000 orang tewas atau hilang, dan sekitar 80.000 rumah hancur.

Gempa bumi mendorong pembentukan peraturan bangunan modern yang memperhitungkan risiko seismik.

Setiap kali terjadi gempa besar, Jepang memeriksa potensi kerusakan dan memperbarui kode bangunannya. Pembaruan besar terakhir terjadi pada tahun 1981 dengan diperkenalkannya standar baru untuk bangunan tahan gempa setelah gempa besar pada tahun 1978.

Setelah gempa bumi Kobe tahun 1995, pemerintah Jepang juga mengubah respons bencananya, sehingga memungkinkan mereka mengumpulkan informasi dalam waktu 5 menit setelah gempa bumi.

Hal ini memungkinkan pengerahan personel bantuan bencana dengan cepat.

(tim/lengkungan)

Artikel ini telah dibaca 1 kali

badge-check

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Risau Ancaman Starlink, China Bakal Buat Konstelasi Satelit Tandingan

20 September 2024 - 15:15

Teori Konspirasi Penembakan Trump Viral di X saat Musk Akui Dukungan

19 September 2024 - 04:14

Daftar Daerah Terancam Cuaca Ekstrem Saat Kemarau Mulai Menyapa

18 September 2024 - 21:15

Trending di Teknologi