Jakarta, jurnalpijar.com —
Pada Rabu, 9 Mei, terjadi penembakan massal di sebuah sekolah menengah atas (SMA) di Georgia, AS. Empat orang tewas, sembilan lainnya luka-luka.
“Empat orang tewas. Sembilan lainnya dibawa ke berbagai rumah sakit karena luka-luka,” kata polisi setempat dalam pesan di jejaring sosial.
Penyerang ditahan. Polisi juga membantah pelaku ditembak di tempat.
“Tersangka ditahan, masih hidup. Laporan bahwa tersangka telah “dinetralkan” tidak benar,” kata polisi.
Penembakan massal di Amerika adalah hal biasa. Penembakan massal di stasiun kereta Forest Park di Chicago menyebabkan empat orang tewas pada Senin (9 Februari).
Negara ini memiliki lebih banyak senjata api dibandingkan jumlah penduduknya. Upaya untuk membatasi kepemilikan senjata selalu menemui perlawanan politik yang keras.
Menurut Arsip Kekerasan Senjata, setidaknya ada 378 penembakan massal di AS tahun ini. Menurut GVA, setidaknya 11.463 orang tewas akibat kekerasan bersenjata.
Pada bulan Juni, kepala petugas medis AS mengeluarkan nasihat penting yang menyatakan kekerasan bersenjata sebagai “krisis kesehatan masyarakat” dan menyerukan pengendalian senjata secara luas, yang secara historis dihalangi oleh oposisi politik.
Dalam beberapa tahun terakhir, senjata api telah mengambil alih posisi mobil sebagai penyebab utama kematian warga Amerika berusia satu hingga 19 tahun, menurut laporan tersebut. Joe Biden angkat bicara
Presiden AS Joe Biden menyampaikan belasungkawa terkait meninggalnya korban penembakan massal. Ia pun mengecam tindakan tersebut.
“Amerika tidak bisa lagi menerima hal ini sebagai hal yang normal,” kata Biden.
“Apa yang seharusnya menjadi musim sekolah yang menggembirakan di Winder kini berubah menjadi mengerikan di Georgia karena kekerasan senjata terus memporak-porandakan komunitas kami,” katanya. (tim/ISN)
Tinggalkan Balasan