Jakarta, jurnalpijar.com —
Pekan lalu tersiar kabar bahwa ada dua zona megathrust di Indonesia yang berpotensi menimbulkan gempa besar dan tsunami karena sudah lama tidak mengeluarkan banyak energi. Berikut ringkasannya.
Hal ini bermula ketika Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengeluarkan pernyataan bahwa dua gempa besar itu terjadi dalam hitungan menit.
Pernyataan Daryono tersebut menanggapi gempa Jepang pekan lalu akibat Nankai Megathrust.
Dalam keterangan resminya, Daryono mengingatkan, dua megathrust di Indonesia, Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut, sudah lama tidak melepaskan kekuatannya.
Pelepasan gempa di dua wilayah megathrust ini bisa dikatakan ‘hanya sesaat’ karena sudah ratusan tahun kedua wilayah tersebut tidak mengalami gempa besar,” kata Daryono.
Setelah pengumumannya, jejaring sosial dibanjiri postingan tentang kemungkinan gangguan megathrust.
Setelah pemberitaan kemungkinan terjadinya gempa besar dari dua megathrust tersebut “hanya tinggal menunggu waktu”, jelas Daryono. Bukan berarti gempa akan terjadi dalam waktu dekat.
“Bukan bentuk peringatan dini (early warning) seolah-olah akan terjadi gempa besar dalam waktu dekat. Bukan seperti itu,” kata Daryono dalam sambutannya. Diunggah oleh X, Kamis (15/8).
“Hanya ‘menunggu waktu’ bukan berarti akan segera terjadi,” kata Daryono menjelaskan kisruh tersebut, pada Pasal X.
Penyebabnya, kata dia, minimnya teknologi yang bisa memprediksi gempa. Pertandingan hanya memperhatikan dua bagian megathrust sebelumnya yang belum menghasilkan Gempa Megathrust
Megathrust adalah pertemuan lempeng tektonik bumi di zona subduksi, yaitu saat satu lempeng meluncur ke bawah lempeng lain, biasanya di lautan. Bahaya utama megathrust adalah gempa bumi besar dan tsunami besar.
Namun para ahli dari luar dan dalam negeri menyebut gempa megathrust saat ini belum bisa diprediksi.
Daryono dalam tweetnya
“Karena terjadinya gempa bumi tidak dapat diprediksi dan tidak diketahui kapan terjadinya, maka kami katakan ‘menunggu waktu’ karena sebagian sumber gempa di lingkungan tersebut sudah dilepaskan (tetapi hanya sebagian saja yang belum ada faktanya). ) belum terbit), jelas Daryono.
Ahli geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas pun mengungkapkan hal tersebut. Ia menjelaskan, kondisi megathrust di dasar laut sangat rumit.
“Waktu pastinya tidak ada yang bisa memprediksi, atau mungkin juga tidak ada, karena sangat sulit,” jelas Heri.
Namun, Heri mengatakan, ada siklus gempa setiap seratus tahun sekali. Misalnya saja pada wilayah megathrust di Sumatera dan Jawa, menurutnya gempa terjadi setiap 200 hingga 250 tahun sekali.
“Setelah 200 tahun terulang, tapi tidak tepat 200 tahun, atau 225 atau 230 tahun, bisa terulang kembali, karena gempanya berputar,” ujarnya.
Kesenjangan gempa
Kawasan Megathrust yang “tinggal menunggu” mengeluarkan banyak energi adalah Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut.
Keduanya termasuk dalam zona interval seismik, yaitu zona yang dapat terjadi gempa bumi, namun dalam sepuluh hingga seratus tahun terakhir belum pernah terjadi gempa besar. Daerah ini dianggap mengalami proses akumulasi medan tegangan/regangan pada kerak bumi.
Terkait Peta Sumber dan Resiko Gempa Bumi Indonesia 2017, terakhir kali kedua wilayah tersebut mengalami gempa kuat adalah lebih dari dua tahun lalu.
Megathrust Selat Sunda yang memiliki panjang 280 km, lebar 200 km dan kecepatan rotasi 4 cm per tahun tercatat “pecah” pada tahun 1699 dan 1780 dengan magnitudo 8,5.
Megathrust Mentawai-Siberut sepanjang 200 km dan lebar 200 km dengan tingkat keruntuhan 4 cm per tahun pernah mengalami gempa bumi pada tahun 1797 berkekuatan M 8,7 dan pada tahun 1833 berkekuatan M 8,9.
Ancaman bagi Jakarta di halaman berikutnya…
Tinggalkan Balasan