Jakarta, jurnalpijar.com —
Kejaksaan Agung telah menyita 66 rekening tersangka kasus korupsi perdagangan timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.
Pemblokiran rekening tersebut dilakukan sebagai bagian dari penyelidikan dugaan aliran dana korupsi, kata Kitut Samidan, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung.
“Hingga saat ini tim penyidik telah memblokir 66 akun kasus korupsi TEN,” kata Kitut dalam keterangan tertulis, Jumat (17/5).
Lebih lanjut, Kitut mengatakan, penyidik juga menyita salah satu stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Tangerang Selatan.
Namun, dia tidak merinci pemilik SPBU yang disita tersebut. Sebanyak 55 kendaraan barang berat, 16 mobil, dan 187 bidang tanah atau bangunan juga disita, kata Kitut.
Selain itu, tim penyidik juga menyita aset berupa enam smelter di wilayah Kepulauan Bangka Belitung dengan total luas 238.848 meter persegi, ”ujarnya.
Di sisi lain, dia menambahkan, Kejaksaan Agung saat ini tengah berkoordinasi dengan BUMN untuk mengelola enam smelter sitaan tersebut agar tidak terbengkalai dan tetap menjaga nilai keekonomiannya.
“Kementerian BUMN akan memantau pengelolaan enam smelter tersebut agar operasi penyitaan tetap menjaga nilai keekonomiannya dan tidak menimbulkan dampak sosial,” ujarnya.
Kejaksaan Agung menetapkan total 21 orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi sistem tata niaga IUP timah PT Timah. Mereka antara lain Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Harvey Moeis, Direktur Senior PT Timah 2016-2021 sebagai perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin.
Kejaksaan Agung menyebut kerusakan lingkungan dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 triliun. Hal itu berdasarkan perhitungan ahli ekologi IPB Bambang Hero Suharjo.
Kerugian akibat kerusakan lingkungan hidup terdiri dari tiga kategori, yaitu kerusakan lingkungan sebesar Rp183,7 triliun, kerusakan ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun, dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.
Meski demikian, Kejagung menegaskan besaran kerugian masih belum final. Penyidik masih mendalami potensi kerugian keuangan negara akibat korupsi.
(tfq/tsa)
Tinggalkan Balasan