Menu

Mode Gelap

Ekonomi · 9 Jun 2024

Celios Nilai Tapera Bisa Dipakai Bangun IKN hingga Makan Siang Gratis


					Celios Nilai Tapera Bisa Dipakai Bangun IKN hingga Makan Siang Gratis Perbesar

Jakarta, jurnalpijar.com –

Pusat Kajian Ekonomi dan Hukum (Celios) memperkirakan iuran wajib pemeliharaan perumahan rakyat (Tapera) bisa digunakan pemerintah untuk membangun IKN dan mendanai makan siang gratis.

Lembaga riset ekonomi ini membantah iuran Tapera pemerintah tidak ada kaitannya dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pasalnya, uang tersebut ditanam oleh investor swasta, salah satunya melalui pembelian obligasi pemerintah (SBN).

Selios melihat upaya pemerintah mendorong berbagai lembaga pengelola investasi publik untuk lebih banyak berinvestasi di SBN, termasuk Tapera. Ada potensi alat pembayaran yang sah uang rakyat mencapai Rp 135 triliun.

“Dana SBN bisa mencapai Rp 61 triliun. Dengan target penerbitan SBN 2024 sebesar Rp 160 triliun, 37% hanya bisa dipenuhi oleh BP Tapera,” tulis kebijakan Celios tentang Siapa yang Menamakan Tapera? Menghitung Keuntungan dan Kerugian Kebijakan Tapera yang Disampaikan Senin (3/6).

“Pemanfaatannya tidak terbatas pada perumahan saja, tapi bisa digunakan untuk program pemerintah, mulai dari pembangunan TIK hingga makan siang gratis di kemudian hari,” dugaan Celios.

Selios menilai wajar jika masyarakat Indonesia bertanya ke mana pemerintah membelanjakan uangnya. Selain itu, banyak pula kasus korupsi terkait pengelolaan dana publik.

Masyarakat masih ingat jelas kasus Asuransi Jiwasraya, Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri), dan Asuransi Tabungan dan Pegawai PT Dana PT Dana (Taspen). Kasus korupsi pengelolaan dana publik disebut merugikan pemerintah lebih dari Rp 30 triliun.

CEO Celios Bhima Uddhisthira mengatakan ada dampak buruk lain yang mungkin ditimbulkan oleh dampak yang diharapkan dari Tapera yaitu memaksa kontribusi. Ia memperingatkan adanya ancaman pemutusan hubungan kerja yang dapat mengakibatkan hilangnya 466.830 pekerjaan.

“Hal ini menunjukkan kebijakan wajib pajak Tapera berdampak negatif terhadap lapangan kerja karena perusahaan mengalami penurunan konsumsi dan investasi,” tegasnya.

“Meski ada sedikit peningkatan laba bersih sebesar Rp20 miliar, namun jumlah tersebut sangat kecil dibandingkan kerugian ekonomi yang terjadi pada sektor lainnya,” tambah Bhima.

Sementara itu, Chief Economic Officer Celios Nailul Hooda meragukan klaim pemerintah bahwa Tapera adalah keputusan yang tepat untuk mengurangi simpanan tersebut.

Retrospektif adalah jumlah rumah yang dibangun dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat.

Huda menekankan pada pelaksanaan Tapera yang masih berupa pungutan perumahan (Taperum) bagi PNS. Menurutnya, periode tersebut belum menunjukkan solusi terhadap permasalahan keterbelakangan.

“Penyebab penurunan latar belakang tersebut karena adanya perubahan gaya hidup generasi muda yang tidak tinggal di hunian permanen atau berpindah dari satu rumah kontrakan ke rumah kontrakan lainnya,” jelas Huda.

Menurut Selios, kebijakan ini bagus untuk dilanjutkan asalkan gratis. Kewajiban mengikuti Tapera dinilai hanya cocok bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan TNI/Polri.

Selain itu, Selios mendesak pemerintah segera mendaftarkan ulang tanah yang dikuasai perusahaan besar. Diharapkan sebagian dari lahan ini dapat dijadikan alternatif program perumahan rakyat.

“Jika tidak bisa menyediakan perumahan yang terjangkau, bukan berarti pemerintah memaksa masyarakat untuk tetap memiliki rumah tersebut. Tanpa pengendalian spekulasi tanah, tabungan para pekerja di Tapera tidak bisa menyediakan perumahan yang layak meski mereka sudah pensiun. Muda,” tegas Selios.

Mereka pun berharap pemerintah memahami manfaatnya. Selios memerintahkan penundaan sejumlah besar proyek.

Negara diharapkan memprioritaskan pembangunan perumahan rakyat melalui skema APBN maupun melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selain itu, pemerintah juga bisa bekerja sama dengan pihak swasta.

“Dibanding membangun IKN, lebih baik mengalokasikan sebagian dananya untuk menyediakan perumahan yang layak bagi masyarakat, apalagi pembangunan IKN masih menggunakan dana APBN,” tutupnya.

Meski viral dan diprotes buruh, pemerintah tetap menerapkan Peraturan Pemerintah (GPR) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan GPR 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Negara masih ingin memungut 2,5 persen pendapatan pegawai untuk Tapera.

Bahkan, Kepala Staf Presiden (CSP) Moeldoko membantah iuran wajib tersebut mendanai beberapa proyek mulai dari Presiden Joko Widodo hingga Presiden terpilih Prabowo Subianto pada 2024-2029.

Moeldoko Tapera menegaskan Levy Prabowo tidak terlibat dalam pendanaan program pangan gratis dan melanjutkan pengembangan ICN Nusantara. Dia mengatakan, tidak ada saling aneksasi anggaran program lainnya.

“Taper ini tidak ada kaitannya dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tidak ada kuasa untuk mendanai makan siang gratis, khususnya bagi IKN,” ujarnya di Kantor Presiden di Jakarta, Jumat (31/5).

Selain itu, ia memastikan program Tapera berjalan transparan melalui komite yang diketuai Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Komite tersebut juga terdiri dari Menteri Keuangan Shri Mulyani, Badan Jasa Keuangan (OJK) dan lembaga profesi.

(skt/sfr)

Artikel ini telah dibaca 5 kali

badge-check

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Kode Pamitan Sri Mulyani: I’m Gone

20 September 2024 - 14:14

Rupiah Tertekan ke Rp16.228 Pagi Ini Imbas Kondisi Politik AS

20 September 2024 - 04:15

Melihat Besaran Gaji PNS Kementerian Keuangan

19 September 2024 - 19:14

Trending di Ekonomi