Jakarta, jurnalpijar.com —
Klakson pada bus dan truk seringkali dimodifikasi hingga menghasilkan suara khas yang dikenal dengan sebutan telolet. Namun mod seperti ini berisiko mengalami rem blong jika menggunakan pasokan udara dari sistem klakson pabrik.
Rem blong akibat klakson telolet yang banyak menimbulkan kecelakaan menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) yang menilai modifikasi seperti ini berbahaya.
KNKT telah menyampaikan rekomendasi kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk melarang penggunaan klakson telolet pada truk dan bus.
“Untuk saat ini, kita harus melarang semua penggunaan klakson tambahan yang pemasangannya mengambil tenaga pneumatik dari pipa udara sistem rem, sambil merumuskan pedoman teknis yang sesuai,” kata penyelidik senior KNKT Ahmad Wildan pada konferensi pers tahun 2022.
Klakson Telolet merupakan salah satu perangkat tambahan yang sebagian besar menggunakan tekanan udara dari sistem rem untuk menghasilkan suara yang nyaring.
Saat ini banyak pengemudi bus dan truk yang menggunakan komponen ini baik untuk keperluan klakson maupun hiburan. Namun, banyak yang tidak terpasang dengan benar sehingga menyebabkan kegagalan fungsi.
Seperti hasil investigasi KNKT atas kejadian truk maut di Cibubur tahun 2022, truk tersebut dilengkapi sistem pengereman air over hidrolik dan klakson telolet.
Wildan menjelaskan, klakson ini menggunakan udara yang seharusnya mendukung rem.
“Kalau tubingnya bagus, bandnya bagus, tapi ada satu hal yang tidak bisa dijamin, yaitu solenoidnya,” jelas Wildan.
Wildan mengatakan, solenoid valve yang digunakan bukan buatan Agen Pemegang Merek (APM) melainkan merupakan barang aftermarket yang belum diketahui kualitas dan umur pakainya.
Setelah dilakukan pemeriksaan pada truk tersebut, ditemukan komponen penyekat pada solenoid valve pada klakson telolet robek sehingga menyebabkan kehabisan udara.
Selain itu, KNKT juga menemukan penurunan tekanan udara disebabkan oleh rusaknya fungsi tumbukan bantalan rem.
Secara keseluruhan, kecelakaan tersebut disebabkan oleh kegagalan sistem pengereman karena tekanan udara di dalam tabung berada di bawah ambang batas sehingga kurang kuat untuk melakukan pengereman secara optimal.
(afr/fea)
Tinggalkan Balasan