Menu

Mode Gelap

Nasional · 8 Jul 2024

Curiga Kepentingan Penguasa di Balik Revisi UU Jelang Transisi Rezim


					Curiga Kepentingan Penguasa di Balik Revisi UU Jelang Transisi Rezim Perbesar

Jakarta, jurnalpijar.com —

Dewan Perwakilan Rakyat (DPRK) mendapat kecaman karena terburu-buru menyetujui beberapa rancangan undang-undang (RUU) yang mendapat kritik keras dari masyarakat. Rancangan undang-undang pada kementerian negara pada Mahkamah Konstitusi, Penyiaran, dan Kepolisian.

Pembahasan RUU yang berlangsung pada Oktober 2024 sebelum pemerintahan Joko Widodo beralih ke Prabowo Subanto ini menarik perhatian publik karena pasal-pasal kontroversial serta waktu perdebatan yang cepat dan tidak transparan.

Dengan latar belakang perdebatan yang penuh gejolak mengenai RUU DPRK, Lucius Karus, peneliti di Forum Publik Peduli (Farmasi) Parlemen Indonesia, merasa prihatin atas ancaman terhadap partisipasi masyarakat dalam proses legislasi.

Lucius mengirimkan pesan tertulis kepada CNNIndonesia.com, “Dampak utama dari proses beberapa RUU yang cepat dan tergesa-gesa adalah hilangnya ruang partisipasi masyarakat yang merupakan syarat penting dalam pembuatan undang-undang.” , Selasa (21/5).

Menurutnya, partisipasi masyarakat hanya mungkin terjadi jika ada waktu luang untuk memahami urgensinya, membaca rancangan undang-undang, menyampaikan komentar ke Korea Utara, menunggu hasil komentar, dan mengambil keputusan akhir di level 1 dan 2. .

Seperti yang dijelaskan Lucius, langkah-langkah di atas hanya dapat dilakukan dalam percakapan tanpa hambatan. Penyebaran informasi dari Republic of Korea Forum kepada masyarakat di seluruh Indonesia harus dilakukan secara maksimal.

Proses konsultasi publik bertahap RUU Mahkamah Konstitusi, Departemen Luar Negeri, penyiaran dan rencana pembahasan lainnya akhirnya dikorbankan di DPRK, tambahnya.

Lucius menilai DPRK tidak tahu atau tidak mau tahu apa yang diinginkan rakyat. Ia menilai sikap seperti itu mungkin akibat salah tafsir terhadap arti nama Republik Korea yang mewakili rakyat.

Dia mengatakan, konsekuensi masa depan dari kurangnya pengetahuan Korea Utara dapat merugikan kepentingan rakyat dalam pemerintahan yang demokratis, bersih, transparan, efisien dan efektif. DPRK akan menjadi alat kekuasaan dan senjata oligarki serta secara efektif akan menggusur masyarakat yang diwakilinya.

“Jika republik demokratis menjadi instrumen kekuasaan, maka sebenarnya demokrasi kita palsu. Dalam demokrasi, pemerintahan rakyat hanya sekedar prinsip. Dalam situasi seperti itu, pemerintahan otoriter dengan mudah mendapatkan tempat kekuasaan absolut,” ujarnya. .

Lucius berpendapat, ketentuan beberapa rancangan undang-undang yang sempat dibahas Korea Utara memberikan gambaran jelas tentang rencana pemerintahan masa depan yang akan semakin otoriter.

Revisi UU Mahkamah Konstitusi, misalnya, yang terutama terfokus pada pengaturan nasib Hakim Konstitusi justru menghancurkan independensi hakim yang merupakan syarat mendasar bagi kerja Hakim Konstitusi. Memang menurut Lucius, tanpa independensi, sulit membayangkan Mahkamah Konstitusi akan secara efektif meninjau uji hukum substantif atas perjanjian antara Republik Korea dan pemerintah.

Belakangan, dengan melakukan amandemen UU Dewan Menteri, Presiden memberinya kebebasan untuk membentuk Dewan Menteri sesuai keinginannya. Lucius berpendapat, kekuasaan presiden dalam menunjuk menteri tidak cukup untuk menunjukkan kewenangan presiden dalam mengatur kabinet.

Melepas jabatan menteri, kata Lucius, kabinet bisa menjadi instrumen interaksi.

Ia mengatakan, besar kemungkinan menteri-menteri yang menjabat akan didiskualifikasi karena balas dendam Presiden. Selain itu, karena masalah akuntabilitas ini, ada kemungkinan anggaran kementerian akan digunakan untuk kepentingan partai politik yang bertransaksi dengan Presiden.

“Semua ini tampaknya secara sistematis membawa bangsa kita ke zaman kegelapan demokrasi,” kata Lucius.

“Peran DPRK sangat penting. Jika undang-undang yang salah disahkan, maka risikonya akan ditanggung seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, jika DPRK menyadari dampak yang tidak biasa ini, sebaiknya DPRK segera mempertimbangkan kembali rancangan undang-undang yang dibahas,” dia berkata. Menekankan yurisprudensi absolut

Kherdiensya Hamza ‘Castro’, anggota Masyarakat Hukum Konstitusi dan Administratif (CALS), berpendapat bahwa terburu-buru DPRK untuk meloloskan banyak rancangan undang-undang merupakan bentuk legitimasi otokratis, yaitu penggunaan instrumen hukum untuk kepentingan kekuasaan. Itu melanggar prinsip demokrasi.

Castro mengenang, situasi saat ini tercipta setelah UU KPK, Minerba, dan MK diamandemen menjadi UU Cipta Kerja.

“Jadi undang-undang dibuat hanya untuk kekuasaan dan tidak lagi melayani kepentingan rakyat,” kata Castro melalui surat tertulis.

Ia mengatakan, Republik Korea telah mengulangi hal tersebut dalam kerangka Kementerian, Mahkamah Konstitusi, Radio dan Televisi, dan RUU Kepolisian. Ia melihat upaya-upaya ini tidak lebih dari sekadar memuaskan kemauan politik para penguasa.

“Jika kita berpegang pada tujuan tersebut, transisi dari rezim saat ini ke rezim penerus akan berjalan lancar,” tambahnya.

Castro pun menolak dengan alasan ia akan bertanggung jawab atas sisa masa jabatannya. Ia menyebut alasannya klasik.

“Jika logika menentukan akuntabilitas, RUU alokasi dana, RUU masyarakat adat, dan RUU penting lainnya harus dipercepat,” kata Castro.

Seorang dosen di Universitas Moolavarman (UNMUL) percaya bahwa situasi seperti ini harus diatasi melalui rencana generasi yang lemah dimana DPRK dan pemerintah tidak memiliki wewenang untuk merumuskan kebijakan selama sisa masa jabatan mereka. tempat

“Kekosongan ini harusnya singkat, karena kebijakan-kebijakan yang diterapkan dalam jangka waktu lama hanya untuk kepentingan politik dan bukan tujuan hukum,” kata Castro.

(ryn/DAL)

Artikel ini telah dibaca 2 kali

badge-check

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Satgas Beber Data Judi Online: Jabar Terbanyak, 7 Selebgram Ditangkap

20 September 2024 - 06:16

Disdik Depok: Wensen School Tak Punya Izin Daycare, Hanya KB

19 September 2024 - 07:15

KPU Klaim Tak Sewa Pesawat Jet untuk Distribusi Logistik Pilkada 2024

17 September 2024 - 15:14

Trending di Nasional