Menu

Mode Gelap

Ekonomi · 10 Jul 2024

Berapa Iuran Ideal KRIS agar Layanan RS dan BPJS Tak Malah Ikut Sakit?


					Berapa Iuran Ideal KRIS agar Layanan RS dan BPJS Tak Malah Ikut Sakit? Perbesar

Jakarta, jurnalpijar.com —

Presiden Joko Widodo (Yokowi) memerintahkan rumah sakit menerapkan Standar Pelayanan Kelas Rumah Sakit (KRIS) mulai 30 Juni 2025.

Peraturan Presiden Nomor Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan 82 Tahun 2024 Tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Presiden (Tujuan) No. Perintah tersebut diatur dalam Pasal 59 yang mulai berlaku pada Rabu (8/5).

Dalam Pasal 46A Perpres tersebut, ruang perawatan dan pelayanan rawat inap memiliki standar minimal yang harus memenuhi 12 kriteria, yaitu elemen bangunan yang digunakan tidak memiliki tingkat porositas, ventilasi, penerangan ruangan, dan perlengkapan tempat tidur yang tinggi.

Lalu ada meja samping tempat tidur per tempat tidur, dibagi berdasarkan suhu ruangan, jenis kelamin ruang perawatan, anak atau dewasa, serta penyakit menular atau tidak menular serta kepadatan ruang perawatan dan kualitas tempat tidur.

Selain itu, partisi/sekat antar tempat tidur, kamar mandi di ruang pasien, kamar mandi yang memenuhi standar aksesibilitas dan saluran keluar oksigen.

Sedangkan peraturan lama, seperti Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, tidak mengatur standar minimal peserta BPJS kesehatan kategori rawat inap.

Sedangkan untuk ruang perawatan, Perpres lama hanya mengatur biaya non medis pada kelas 1, 2, dan 3.

Namun Menteri Kesehatan (Mankes) Budi Gunadi Sadikin membantah BPJS Kesehatan akan menghapus kelas 1, 2, 3 dalam program JKN pasca penerapan KRIS.

Jadi tidak dihilangkan, standarnya disederhanakan dan kualitasnya ditingkatkan,” kata Budi.

Budi menjelaskan, pengguna BPJS tadinya masuk kategori Kelas 3, namun nantinya akan naik ke Kelas 2 dan Kelas I.

Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, besaran biaya peserta BPJS kesehatan bisa saja berubah pasca penerapan KRIS. Ia mengatakan, perubahan biaya peserta akan dibicarakan dengan BPJS Kesehatan.

Nadia menegaskan, kualitas kamar dan tempat tidur rawat inap di KRIS akan ditingkatkan. Mutu minimal berada di atas kelas 3 BPJS Kesehatan saat ini.

Dia mencontohkan KRIS, satu kamar maksimal empat tempat tidur. Sedangkan di Kelas 3 BPJS Kesehatan, satu ruangan masih terisi 15 tempat tidur.

Nadia juga mengklaim KRIS dengan maksimal empat tempat tidur per kamar setara dengan BPJS Kesehatan Kelas 2 saat ini.

“Itu (KRIS) mirip dengan Kelas 2 yang dibayar peserta JKN,” ujarnya.

Selain kemungkinan perubahan biaya, pihak juga membuka kemungkinan adanya subsidi silang antar peserta pasca penerapan KRIS. Namun hal itu masih berupa skema dan masuk dalam perhitungan pemerintah.

Sementara itu, Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) berharap pemerintah membiayai layanan KRIS setara dengan biaya pengobatan BPJS Kesehatan Kelas 1.

Iuran BPJS yang berlaku saat ini adalah Kelas 1 sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan, Kelas 2 sebesar Rp 100 ribu, dan Kelas 3 sebesar Rp 42 ribu per orang. Namun Kelas 3 mendapat subsidi pemerintah sebesar Rp7.000 ribu yang membayar iuran hingga Rp35 ribu per bulan.

Lantas, apa kontribusi KRIS yang ideal agar standardisasi JKN tidak merugikan pelayanan rumah sakit dan BPJS kesehatan?

Ronnie P. Sasmita, Pengamat Indonesia pada Lembaga Aksi Strategis dan Ekonomi Indonesia, menilai perubahan rencana tersebut sebenarnya merupakan perbaikan keuangan BPJS yang selama ini selalu defisit.

Dengan menghilangkan kasta pelayanan, lanjutnya, pelayanan dari rumah sakit akan dipermudah, sekaligus tagihan rumah sakit pada BPJS Kesehatan akan berkurang.

“Karena sampai saat ini akun premium, kelas satu dan dua begitu besar karena layanan yang mereka dapatkan juga merupakan layanan terbaik,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com.

Namun, Ronnie menilai pengungkapan BPJS Kesehatan bahwa peserta yang ingin mendapat layanan tambahan bisa membayar ekstra layanan di luar yang ditanggung BPJS atau menggunakan asuransi tambahan swasta menunjukkan sahnya BPJS sebagai salah satu bebannya perusahaan.

Oleh karena itu, Roney mengatakan, kontribusi ideal KRIS belum bisa dinilai sebelum Kementerian Kesehatan membahas rencana tersebut sejelas-jelasnya.

Namun, ia yakin Kelas 3 mau tidak mau harus ditingkatkan jika biayanya disamakan. Menurut dia, maksimal Rp untuk Kelas 3 dinaikkan menjadi 75 ribu.

“Kelasnya mau dipermudah. ​​Sekarang tidak ada kelas satu, dua, tiga dan sederhana. Saya antisipasi pemegang kartu BPJS kelas 3 bisa naik maksimal Rp 75 ribu,” ujarnya.

Artinya kalau masuk Rp 100 ribu atau rekening kelas 2, saya kira masyarakat umum akan keberatan, katanya.

Ia mengingatkan, yang perlu diperhatikan dalam menentukan besaran iuran KRIS adalah jangan sampai membebani peserta kelas menengah bawah yang daya belinya masih tertekan dalam dua tahun terakhir.

Sementara itu, Koordinator Advokat BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, hasil KRIS menjadi ruang perawatan standar berarti masukan independen bersifat pribadi. Ia memperkirakan, iuran tunggal idealnya berada di antara iuran Kelas 2 dan Kelas 3, yakni antara Rp100 ribu hingga Rp42 ribu.

“Saya kira sekitar Rp 75 ribu, tapi biaya ini akan memberatkan kelompok kelas 3 sehingga menambah peserta yang tersisa,” ujarnya.

Dengan demikian, lanjutnya, Kelas 1 dan 2 akan membayar lebih sedikit sehingga berpotensi mengurangi pendapatan iuran IKN. Alhasil, yang kembali terjadi adalah defisit keuangan BPJS Kesehatan.

Jadi kalau ini terjadi, dampaknya akan sangat besar dan bisa terjadi dimana-mana.

(Agustus/Agustus)

Artikel ini telah dibaca 1 kali

badge-check

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Rupiah Tertekan ke Rp16.228 Pagi Ini Imbas Kondisi Politik AS

20 September 2024 - 04:15

Melihat Besaran Gaji PNS Kementerian Keuangan

19 September 2024 - 19:14

Telin dan Indosat Business Berkolaborasi Lewat Platform NeuTrafiX

19 September 2024 - 09:14

Trending di Ekonomi