Jakarta, jurnalpijar.com —
Kejaksaan Agung menyebutkan, antara 2015-2022, Harvey Moise, tersangka korupsi usaha timah kawasan IUP PT Timah, melakukan perjalanan dengan jet pribadi sebanyak 32 kali.
Harley Siregar, Direktur Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, mengatakan berdasarkan temuan penyidik, Harvey tidak pernah memiliki jet pribadi. Namun, dia mengatakan Harvey sebenarnya melakukan perjalanan sebagai penumpang dengan jet pribadi sebanyak 32 kali.
“Yang bersangkutan juga tidak carter, statusnya tidak carteran tapi dia hanya punya bill of lading ini, hanya penumpang,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (2/7).
Jadi kalau tidak salah, ada 32 penerbangan yang orang itu adalah penumpang pesawat itu, imbuhnya.
Harley mengatakan pesawat yang digunakan Harvey adalah jet Challenger 605 Bombardier dengan nomor registrasi T7_IDR yang terdaftar di San Marino.
Ia mengatakan, berdasarkan catatan kepemilikan yang ada, pesawat tersebut milik Regal Meters Limited. Sementara itu, pengoperasian pesawat tersebut diserahkan kepada PT Express Transportasi Antarbenua.
“Jadi ini pesawat Regal Meters Limited yang pengoperasiannya dari tahun 2019 hingga 2022 bekerja sama dengan PT Express Transportation Antarbenua,” ujarnya.
Kejaksaan Agung sebelumnya mengaku sedang menyelidiki keberadaan jet pribadi milik Harvey Moyes.
Kuntadi, Ajun Komisaris Besar Polisi Bidang Kriminal Khusus, mengatakan hal itu dilakukan untuk mengecek apakah ada keterlibatan dana korupsi dalam pembelian jet tersebut, “Kami masih mendalami benar atau tidaknya.” Tentu kepemilikannya nyata atau tersembunyi, kalau ada hubungannya pasti akan kami kejar,” ujarnya kepada wartawan, Jumat 19/4.
Dalam kasus korupsi ini, jaksa penuntut umum menetapkan total 22 orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi sistem tata niaga timah di PT Timah IUP. Dari CEO PT Timah 2016-2021, dari Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai kelanjutan PT Refined Bangka Tin.
Sebanyak 12 tersangka telah dilimpahkan Bareskrim Khusus ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk segera diadili.
Terbaru, Kejagung menyatakan berdasarkan hasil perhitungan Badan Fiskal dan Pembangunan (BPKP), nilai kerugian keuangan pemerintah dalam kasus ini sebesar Rp300,003 triliun.
Lebih bayar biaya sewa smelter sebesar Rp2,85 miliar oleh PT Timah, pembayaran bijih timah ilegal kepada mitra sebesar Rp26,649 miliar oleh PT Timah, dan kerusakan lingkungan senilai Rp271,6 miliar.
(tfq/DAL)
Tinggalkan Balasan