Jakarta, jurnalpijar.com —
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar memastikan izin pertambangan bisa diberikan kepada kelompok agama di lingkungan perusahaannya yang bergerak di lini bisnis.
Ia mengatakan, situasi ini lebih baik dibandingkan banyak perusahaan yang mengajukan permintaan uang setiap hari.
“Iya, pemikiran banyak perusahaan karena perusahaan itu punya sayap untuk melakukan itu. Bisnis yang katanya bersih dan bisnisnya selalu benar,” kata Siti di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (2/6). ).
Siti mengatakan, organisasi keagamaan tidak perlu mengurus izin pertambangan. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 mengamanatkan pemerintah untuk menyediakan tempat yang layak bagi masyarakat.
Oleh karena itu, Siti memandang pemberian izin pertambangan sebagai salah satu cara untuk menciptakan produk publik melalui badan publik.
Oleh karena itu, harus disediakan tempat bagi masyarakat untuk bekerja, masing-masing sungai. Karena bekerja itu tanggung jawab rakyat, itu yang dilihat negara, katanya.
Siti juga membenarkan pengurusan izin pertambangan dari organisasi keagamaan. Hal ini dilakukan melalui sayap bisnis masing-masing perusahaan besar.
Ia pun membantah pemberian izin pertambangan oleh pemerintah merupakan cara ‘berbagi kue’ pemerintah di banyak perusahaan.
“Bukan, bukan [bagi kuenya]. Ayo lihat ke bawah,” kata Siti.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2024 tentang perubahan PP No. 96 Tahun 2021 tentang Dimulainya Pengusahaan Pertambangan dan Mineral dan Batubara. Undang-undang tersebut diumumkan pada 30 Mei 2024.
Undang-undang yang memperbolehkan organisasi keagamaan, seperti NU Muhammadiyah, untuk mengoperasikan tambang. Hal ini tertuang dalam pasal 83A PP Nomor 25 Tahun 2024. Organisasi keagamaan dapat memiliki tempat khusus untuk dokumen usaha pertambangan (WIUPK).
“Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat diberikan terlebih dahulu kepada usaha yang dikelola oleh umat beragama,” jelas pasal 83A ayat 1 beleid tersebut, Minggu (2/6).
Pasal 83A pasal 2 kemudian menegaskan pencabutan WIUPK dari kontrak pertambangan batubara bagian pertama (PKP2B).
Sekalipun mereka diperbolehkan mengoperasikan tambang, kelompok agama tidak diperbolehkan begitu saja mengalihkan persetujuan atau kepemilikan atas bagian-bagian perusahaan. Hal tersebut harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri terkait.
(rzr/DAL)
Tinggalkan Balasan