Jakarta, jurnalpijar.com —
Ekonom veteran Indef Faisal Basri meninggal dunia pada Kamis dini hari (5/9) dalam usia 65 tahun. Ia meninggal di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta.
Rekan ekonom Indef Echo Listianto membenarkan kabar tersebut saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com.
“Benar, dia sudah mati,” katanya.
Namun Echo belum mengetahui secara pasti penyebab meninggalnya Faisal Basri.
“Saat dikonfirmasi, bocah tersebut mengaku sakit sejak Senin lalu,” ujarnya.
Faisal Basri adalah seorang ekonom serius yang blak-blakan mengkritik kebijakan pemerintah. Ia kerap mengkritisi program hilirisasi utang pemerintah yang diusung Presiden Jokowi.
Namun, dia tidak sekadar mengkritik. Faisal juga telah melakukan pekerjaan besar dalam pembangunan negara.1. Hancurkan mafia minyak dan gas
Pada masa pemerintahan Jokowi, ia juga pernah dipercaya sebagai Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Tim yang dijuluki Pasukan Mafia Anti Migas ini bekerja selama 6 bulan untuk mengusut praktik impor BBM di anak perusahaan Pertamina, Petrol.
Tim berhasil menemukan keberadaan ‘mafia’ di bisnis minyak Indonesia, menurut CNBC Indonesia. Misalnya, mereka menemukan adanya mafia dalam proses penawaran impor minyak bumi untuk bensin dan PE yang tidak lazim, berbelit-belit, dan harus melalui pihak ketiga yang bertindak sebagai agen atau penyelenggara.
Tim juga menemukan tanda-tanda bocornya informasi mengenai spesifikasi produk dan perkiraan pemilik sebelum tender.
Tim menemukan banyak petunjuk mengenai kekuatan “tersembunyi” yang terlibat dalam proses tender BBM.
Berdasarkan temuan tersebut, tim pun mengeluarkan sejumlah rekomendasi terkait bensin.
Pertama, tender jual beli minyak mentah dan bahan bakar impor tidak lagi dilakukan oleh PES melainkan oleh ISC (Integrated Supply Chain) milik Pertamina.
Kedua, sesegera mungkin mengubah manajemen Petral dan ISC dari level pimpinan puncak menjadi manajemen
Ketiga, melakukan audit forensik untuk memperjelas seluruh proses di Petrol. Hasil pemeriksaan forensik dapat dijadikan pintu masuk untuk mengungkap potensi kriminal, khususnya praktik mafia migas.
Rekomendasi ini kemudian disusul oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral saat itu Sudirman Said dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetzipto untuk membekukan bisnis BBM pada pertengahan Mei 2015.
Selain itu, ia juga memerintahkan audit forensik terhadap Bensin. Firma audit Kordha Mentha kemudian ditunjuk untuk memeriksa secara forensik praktik jual beli minyak di Petrol periode 2012 hingga 2014.
Hasil; Olew a Nwy (Migas) merupakan jaringan mafia yang menguasai kontrak pasokan minyak senilai US$18 miliar atau sekitar 250 triliun selama tiga tahun. Untuk eksplorasi anak usahanya, Pertamina mengeluarkan dana hingga US$ 1 juta.
2. Tim Ahli Satgas TPPU
Pada April 2023, Faisal Basri juga ditunjuk sebagai tim spesialis Satuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ia ditunjuk langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan saat itu Mahfoud MD.
Satgas TPPU awalnya dibentuk untuk menindaklanjuti dugaan transaksi penyimpangan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp349 triliun.
Masa kerja Satgas TPPU berakhir pada tanggal 31 Desember 2023 dan dalam kurun waktu 8 bulan, Satgas telah melakukan supervisi dan evaluasi terhadap penanganan 300 surat laporan hasil analisis, laporan hasil audit, keterangan tentang TPPU dan dugaannya. Total nilainya lebih dari Rp 349 triliun.
Mahfud menjelaskan, hasil kerja gugus tugas yang signifikan adalah penanganan kasus impor emas dengan transaksi keuangan mencurigakan sebesar Rp 189 triliun. Menurut dia, persoalan tersebut tidak berjalan sebelum adanya Satgas TPU.
Namun, proses perkara tersebut baru dimulai setelah gugus tugas melakukan pengawasan. Penyidikan mengungkap dugaan pelanggaran kepabeanan yang dilakukan penyidik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta dugaan pelanggaran perpajakan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak.
3. Terkait pembentukan PPATK
Fasial adalah pakar ekonomi di berbagai instansi, melaporkan dari berbagai sumber. Pernah menjadi pakar keuangan di P3I DPR RI (1994-1995).
Beliau juga pernah menjabat sebagai staf ahli pada proyek-proyek di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, Direktorat Jenderal Pertambangan, Departemen Pertambangan dan Energi (1995-1999) dan sebagai anggota Tim Pendukung Kuda Presiden RI pada tahun 2000. .
Faisal juga pernah menjadi anggota tim “Pembangunan Ekonomi Dunia” Asisten II Menteri Koordinator Bidang Perekonomian periode 1985-1987.
Pria kelahiran Bandung, 6 November 1959 ini juga pernah terlibat dalam pendirian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Ekonomi (PPATK) yang merupakan langkah awal upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
4. Pejuang Anti Korupsi 2003
Faisal mendapat penghargaan “Pejuang Anti Korupsi 2003” atas tindakannya yang serius dan vokal melawan penipuan, penyuapan dan korupsi. Penghargaan ini diberikan oleh Masyarakat Profesi Sipil (MPS).
Di bidang akademis, Faisal juga menyandang gelar “Dosen Berprestasi III Universitas Indonesia” pada tahun 1996. Di kampus UI Depok, ia meraih penghargaan “FEUI Award 2005” atas prestasi, komitmen dan dedikasinya di bidang sosial.
(Tuan/Agustus)
Tinggalkan Balasan