Jakarta, jurnalpijar.com –
Tak ada satupun petinggi PDIP yang hadir saat calon menteri diundang ke rumah Presiden, Prabowo Subianto di Jalan Kartanegara, Jakarta Selatan.
Dalam conference call yang berlangsung selama dua hari pada 14-15 Oktober itu, hanya mantan Menteri Kabinet Kerja Pramono Anung yang datang pada hari kedua, berpura-pura membawa keterangan dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. PDIP menegaskan kehadiran Pramono bukanlah calon menteri Prabowo.
Ketua DPP PDIP Puan Maharani membenarkan kehadiran Pramono membawa pesan Presiden.
Namun Puan enggan membeberkan isi pesan yang disampaikan Megawati. Baik pemberitaan masuknya PDIP ke kantor, maupun isu pertemuan Megawati dan Prabowo.
“Rahasia,” kata Poin singkat kepada parlemen, Rabu (16/10).
Awalnya, dua nama petinggi PDIP disebut-sebut paling sulit masuk ke kantor Prabowo ke depan. Mereka adalah Azwar Anas dan Bendahara Umum PDIP Olly Dondokambey. Namun, dia tidak hadir dalam persidangan yang berlangsung dua hari tersebut.
Terakhir, Budi Gunawan, meski tak tercatat sebagai pengurus PDIP, kerap disebut sebagai orang dekat Megawati. Ia pun disebut-sebut akan mengisi jabatan Prabowo.
Berbeda dengan dua pimpinan PDIP terpopuler itu, hari ini Budi Gunawan hadir dalam rapat delegasi menteri di kediaman Prabowo di Hambalang, Bogor. BG diketahui dekat dengan kalangan selebritis PDIP.
Puan tak menampik kabar BG akan masuk ke lemari. Ia hanya meminta masyarakat menunggu hingga Prabowo mengumumkan pengumumannya.
“Iya, kita tunggu pengumumannya dari presiden berikutnya,” kata Puan.
Dosen FISIP UIN Jakarta Bakir Ihsan menilai ketidakhadiran pengurus PDIP saat pemanggilan calon menteri ada tiga alasan. Pertama, posisi PDIP sepenuhnya bertumpu pada Megawati.
Kedua, Bakir mengungkapkan Mega tidak merestui Prabowo meski tidak ada kendala berarti dalam hubungannya dengan Puan. Hubungan Prabowo dengan Megawati mirip dengan hubungan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada periode kedua menjabat presiden.
Menurut Bakir, meski tidak ada masalah antara SBY dan Puan, termasuk mendiang ayahnya Taufik Kiemas, namun tetap saja ada konflik antara SBY dan Megawati.
“Di tingkat Taufik Kiemas dan Puan, diskusi terbuka apakah Megawati tidak tertarik PDIP menaati Megawati,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (16/10).
Ketiga, Bakir menilai Mega tidak bisa menerima hubungan Prabowo dengan Presiden Jokowi. Apalagi Jokowi mengecewakannya saat Pilpres Februari 2024. Peluangnya masih terbuka.
Sementara itu, pengamat politik Dedi Kurnia Syah menilai peluang PDIP bergabung dengan kubu Prabowo masih terbuka meski ditolak keras oleh Presiden Joko Widodo. Penolakan ini semakin sulit, apalagi setelah Presiden bertemu dengan Prabowo sebanyak dua kali.
Menurut Dedi, pertemuan ini berpeluang besar menjadi upaya Jokowi meyakinkan Prabowo agar menolak bergabung dengan PDIP.
Namun, situasi bisa berubah jika sebelum pelantikan Prabowo berhasil melakukan pertemuan dengan Megawati, atau PDIP tidak bisa memasuki fase transisi lagi, ujarnya, Rabu (16/10).
Namun, lanjut Dedi, Prabowo akan lepas dari bayang-bayang Jokowi. Sebab menurutnya, mengejutkan jika Prabowo masih berada di bawah pemerintahan Jokowi ketika Ketum Partai Gerindra menjabat Presiden. Apalagi, Jokowi dinilai sudah tidak lagi berkuasa karena sudah tidak menjabat sebagai presiden lagi.
Di sisi lain, posisi PDIP lebih kuat dibandingkan Jokowi karena lebih berpengaruh di parlemen.
Mengejutkan jika Prabowo berada di bawah pemerintahan Jokowi, karena Jokowi tidak punya kekuasaan di politik, PDIP-lah yang bisa mempengaruhi pemerintah karena punya andil besar di parlemen.
Direktur Riset Aliran Indonesia (ASI) Ali Rifan mengakui dua pertemuan Jokowi dan Prabowo telah mengubah struktur perusahaan. Khususnya untuk pembahasan dan penyerahan PDIP ke kabinet.
Apalagi, di antara menteri-menteri yang dilantik Prabowo, ada beberapa di antaranya yang dekat dengan Jokowi. Nama-nama yang dekat dengan Jokowi di lemari Prabowo menandakan ke depan panitia akan bagus.
Kedua, lanjut Ali, beberapa nama yang sebelumnya disebut-sebut sebagai wakil PDIP di kantor Prabowo mulai diistirahatkan. Apalagi saat Budi Gunawan dicopot dari jabatan Kepala BIN.
“Nah, dari segi perencanaan dan pengorganisasian, Prabowo mendengarkan masukan dari Jokowi,” kata Ali.
Sementara itu, Ali meyakini nama-nama calon menteri yang diajukan Prabowo merupakan pendukungnya pada Pilpres lalu. Dan secara umum, kabinet penuh dengan anggota yang mendukung kerja sama dibandingkan perusahaan.
Jadi sepertinya yang ada di struktur perusahaan ini adalah kabinet tetap dan bukan kepentingan perusahaan Zaken, ujarnya. (thr/is)
Tinggalkan Balasan