Jakarta, Indonesia —
Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki program tabungan dalam negeri (Tapera). Sebenarnya program serupa sudah ada sejak masa Presiden Soeharto.
Namun ada perbedaan signifikan antara Tapera era Soeharti dan Jokowi. Perbedaannya terletak pada cakupan peserta dan besaran potongan gaji pekerja untuk tabungan Tapera.
Tapera didirikan pada masa Soeharto melalui Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1993 tentang Tabungan Perumahan Sipil.
Sedangkan pada masa pemerintahan Jokowi, Tapera diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Ketaatan Terhadap PP. Edisi 25 Tahun 2020 tentang Penerapan Pita yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 Mei.
1. cakupan peserta
Sesuai dengan namanya, keterlibatan Tapera Era Soeharto hanya sebatas pejabat publik saja.
Sedangkan Tapera yang akan dilaksanakan Jokowi memiliki cakupan kerja yang lebih luas. Di Tapera, hal ini tidak hanya dituntut dari PNS saja, tapi juga dari pekerja swasta, bahkan pekerja mandiri.
Pasal 7 PP 21/2024 menetapkan 10 kelompok pekerja yang wajib mengikuti Tapera sebagai berikut:
Ke. calon pejabat publik; pegawai ASN; Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) d. Prajurit pelajar TNI c. anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; hakim negara bagian; pekerja atau pegawai pemilik perusahaan negara/daerah; pekerja perusahaan properti pedesaan, i. pekerja/buruh pada perusahaan swasta; pekerja itu tidak termasuk pekerja sebagaimana dimaksud dalam huruf i yang menerima upah atau gaji.
Bonus tabungan Tapera ini berlaku bagi pekerja mandiri yang berpenghasilan di atas upah minimum dan berusia 20 tahun atau menikah dengan anggota dewan Tapera.
Jika ada pekerja yang berpenghasilan kurang dari upah minimum namun ingin ikut Tapera, tidak masalah, meski tidak diwajibkan.
2. Jumlah kontribusi
Dalam Perpres Tapera era Soeharto mengatur besaran pemotongan pada pasal 3, peserta dibagi menjadi empat kelompok. Semakin tinggi golongan pejabat, semakin tinggi pula kontribusinya.
Rinciannya, saya membayar Kelompok Rp 3.000 per bulan, Kelompok II Rp 5.000 per bulan, Kelompok III Rp 7.000 per bulan, dan Kelompok IV Rp 10 ribu per bulan.
Selanjutnya pemotongan gaji tabungan Tapera dilaksanakan pada bulan Keputusan Presiden yang ditandatangani Soeharto, yakni Februari 1993.
Pemotongan gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan efektif mula-mula dengan pemotongan gaji pada bulan Februari 1993, pemotongan gaji pada bulan Januari 1993 dan Februari 1993 serta pada bulan yang bersangkutan berhenti bekerja sebagai PNS, tulisnya. Pasal 3 ayat. (2) Peraturan tersebut disampaikan pada Selasa (28/5).
Sedangkan tabungan terbesar Tapera di era Jokowi adalah sebesar 3 persen dari gajinya. Rinciannya dijelaskan pada pasal 15 ayat 2, dimana jumlah tersebut ditanggung bersama oleh 0,5 persen pemilik dan 2,5 persen artis.
Pasal 15 Ayat 4 Huruf D PP Tapera mengatur tentang perhitungan perhitungan untuk menentukan perkalian bagian bobot simpanan karya mandiri oleh Badan Pelaksana Tapera (BP Tapera). Selain itu, pasal 15 ayat 5a juga mengatur tentang simpanan pekerja mandiri.
“Cara penghitungan penentuan perkalian jumlah tabungan swakelola peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung dari pendapatan relatif,” tulis artikel tersebut.
Kemudian, pada Pasal 15 ayat 7 disebutkan bahwa aturan Tapera BP mengatur ketentuan tambahan mengenai dasar penghitungan penentuan kelipatan jumlah tabungan bagi peserta swakelola.
Pemerintah memberikan waktu kepada perusahaan untuk mendaftarkan layanannya di BP Tapera paling lambat 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP 25/2020.
“Pelaku pekerja menurut pasal 7 huruf i mendaftarkan pekerjanya pada BP Tapera paling lambat 7 (tujuh) tahun terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Pemerintah ini,” bunyi pasal 68 PP Tapera.
Sedangkan PP 25/2020 diteken Jokowi pada 20 Mei 2020. Artinya, pendaftaran oleh pemilik harus dilakukan paling lambat 20 Mei 2027.
(skt/pta)
Tinggalkan Balasan