Jakarta, jurnalpijar.com —
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan Indonesia merupakan daerah rawan gempa. Sekitar 8.000 gempa bumi terjadi di Indonesia setiap tahunnya.
Daryono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, menjelaskan Indonesia yang dikelilingi puluhan zona megathrust dan ratusan sesar aktif tidak lepas dari ribuan gempa bumi.
“Dalam setahun lebih dari 8.000 gempa terjadi. Jadi, gempa besar dirasakan sekitar 350 kali, menimbulkan kerusakan sekitar 15 kali dalam setahun. Dan setiap dua tahun sekali ada gempa yang bisa memicu tsunami.” kata Daryono dalam jumpa pers di kantor Kominfo Jakarta, Selasa (1/10).
Dariono kemudian menegaskan, Indonesia dikelilingi oleh berbagai sumber gempa, seperti 13 zona megathrust dan 294 sesar aktif.
Merujuk pada Peta Sumber dan Resiko Gempa Bumi Indonesia tahun 2017, setidaknya terdapat 13 zona megathrust di seluruh Indonesia. Namun ada pula yang mengalami perpecahan segmental sehingga terbentuklah segmen-segmen baru seperti segmen Mentawai yang terpecah menjadi segmen Mentawai-Siberut dan segmen Mentawai-Pagai.
Ada pula ruas Jawa yang terbagi menjadi tiga segmen, yaitu ruas Selat Sunda-Banten, ruas Jawa Barat, dan ruas Jawa Tengah-Timur.
Megathrust adalah kumpulan zona subduksi di antara lempeng tektonik bumi, biasanya terjadi ketika satu lempeng samudera meluncur ke bawah lempeng samudera lainnya. Bahaya utama megathrust adalah gempa bumi besar dan tsunami raksasa.
Selain zona megathrust, sesar aktif juga menjadi ancaman gempa di Indonesia. Kehadiran sesar aktif ini membuat negara ini rawan gempa.
Secara geologis, Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar: lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Interaksi antar lempeng tersebut menimbulkan banyak patahan aktif yang terus bergerak sehingga mengancam masyarakat Indonesia.
Cacat yang mengutip bahaya dibagi menjadi dua kategori berdasarkan fungsinya, yaitu cacat aktif dan cacat pasif.
Sesar aktif merupakan sesar yang masih bergerak atau aktif bergerak dan dapat menimbulkan gempa bumi, berbeda dengan sesar pasir yang tidak menunjukkan aktivitas pergerakan aktif.
Sesar aktif adalah retakan atau zona kelemahan pada kerak bumi dimana dua blok batuan terus bergerak saling mendekat. Pergerakan ini disebabkan oleh tekanan tektonik yang disebabkan oleh pergerakan berbagai lempeng bumi di bawah permukaan.
Sesar aktif seringkali menjadi sumber utama gempa bumi karena tekanan yang terbentuk dilepaskan secara tiba-tiba. Energi tersebut dapat menimbulkan guncangan atau getaran yang dirasakan di permukaan bumi atau di bawah tanah yang dikenal dengan istilah gempa bumi.
Sistem peringatan dini
Untuk memprediksi kerusakan akibat gempa bumi yang dapat menimbulkan tsunami, pemerintah semakin mengembangkan sistem peringatan dini.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menawarkan Sistem Peringatan Dini Bencana Nasional (SNPDK). Informasi ini akan tersedia bagi publik dalam waktu tiga menit setelah terjadinya bencana.
SNPDK merupakan gabungan dua sistem, yaitu Sistem Peringatan Dini (EWS) dan Sistem Informasi Pencegahan Bencana (DPIS). Informasi bencana ini berasal dari BMKG.
DPIS adalah sistem peringatan yang dirancang oleh Jepang dan diberikan kepada Indonesia. Sistem ini dapat mengeluarkan peringatan dini melalui telepon pintar dan televisi digital. Sistem juga mampu memberikan peringatan dalam waktu kurang dari 3 menit.
Melalui smartphone, sistem akan mengirimkan SMS berisi peringatan dan informasi bencana. Tak hanya pesan teks, sistem ini juga mampu membunyikan alarm dan tidak akan mati hingga pengguna ponsel mematikan alarmnya.
“Setelah Kementerian Komunikasi dan Informatika meluncurkan dan membuka operasional Sistem Penyaluran Informasi Kebencanaan dan Sistem Penguatan Informasi Kebencanaan, kami merasa lebih kuat, tenang dan mendapat dukungan. Informasi cepat yang kami buat mampu memberikan informasi peringatan tsunami dalam waktu kurang dari 3 menit. Menit,” kata Daryono.
(wnu/dmi)
Tinggalkan Balasan