Jakarta, jurnalpijar.com –
Bayu Krisnamurthi, Direktur Utama Perum Bulog mengungkapkan alasan mengapa program Pickup Gabah kurang populer di kalangan petani.
Menurut dia, hal ini dikarenakan para petani sudah memiliki hubungan yang baik dan terhubung dengan pabrik kecil di wilayahnya.
Karena para petani ini juga mempunyai hubungan dan ikatan yang baik dengan penggilingan kecil di daerahnya. Atau dengan pengepul, karena hubungan mereka dengan pengepul dan penggilingan kecil sudah terjalin sejak lama, kata Bayu seperti dikutip Antara. Pada Selasa (21/5).
Bayu meyakini, yang terjadi selama ini adalah para petani akan menjual gabahnya ke penggilingan kecil atau pengumpul dengan kadar air sekitar 25-30 persen. Selain itu, penggilingan kecil atau pengepul akan menjual Bulog ke Pusat Penggilingan Padi (SPP).
“Mereka sedang hitung-hitung datangnya, untung atau tidak? Ya. Jadi ternyata masih bisa. Jadi dengan relaksasi harga, mereka masih bisa masuk. Jadi mereka tidak memilih. program tadi, mereka tidak menggunakan alat pemetik untuk gabah,” ujarnya.
Namun, kata dia, Program Pickup Gabah ini merupakan sinyal kepada pasar bahwa Bulog bersedia turun ke tingkat petani untuk menjaga stabilitas harga.
Di sisi lain, ia mengatakan pihaknya akan tetap mentaati dan melanjutkan program Pick Up Grain, meski animo para petani masih minim.
Perum Bulog mencatat hingga 19 Mei 2024 telah menyerap 1.050.000 ton gabah kering panen di tingkat petani atau 535 ribu. ton setara beras untuk pembelian beras dalam negeri.
Bayu mengatakan beras tersebut diserap untuk menambah persediaan beras pemerintah (CBP). Sebanyak 535 ribu ton tersebut merupakan kombinasi beras yang telah digolongkan pemerintah atau Public Service Obligation (PSO) sebagai beras komersial.
Ia mengatakan, masa panen raya pada musim tanam pertama atau MT1 akan berakhir dalam dua pekan ke depan. Bulog memperkirakan pada tahun 2024 bisa menyerap 600 ribu dari petani pada akhir Mei. ton setara beras.
(mrh/sfr)
Tinggalkan Balasan