Jakarta, jurnalpijar.com —
Faisal Basri, Ekonom Senior INDEF mengungkapkan dampak drastis nilai tukar rupee yang anjlok hingga Rp16.400 terhadap dolar AS. Bahkan, ada yang menilai nilai tukar rupee kemungkinan bisa mencapai Rp 17 ribu.
Dia mengatakan krisis ini terjadi secara bertahap. Faisal mengibaratkan krisis finansial seperti seseorang yang kesemutan, lalu kesakitan, dan akhirnya “stroke”.
“Yah, stroke itu krisis, sederhana saja. Dulu 15 ribu rupiah, sekarang 16.400, misalkan. Nah, misalkan mie instan kita 100 persen impor. Gandum impor. Sekarang Rp 16.400, mie instan tersedia,” jelasnya, Rabu (26/6) di kawasan Menteng.
“Tahun lalu kita impor gula 5 juta ton. Tarifnya 15 ribu. Kalau 17 ribu naik ya? Makanya harga gula sudah mencapai 20 ribu. Padahal harga eceran tertinggi (HET) ) hanya 12.500 rubel,” lanjutnya.
Tak hanya itu, menurut Faisal, harga komoditas beras juga mengalami kenaikan. Tahun lalu, impor beras mencapai 3 juta ton, kata Faisal. Jika harga beras dikalikan dengan kenaikan nilai tukar, maka menjadi lebih mahal.
Selain itu, harga bahan bakar juga meningkat.
“Minyak mentah dan BBM. Tahun lalu (impor minyak) sekitar 1 juta barel per hari. Tidak satu tahun. 1 juta barel per hari. Makanya Pertalite mau bunuh. Kami tidak boleh beli Pertalite lagi, kami disuruh beli Pertamax,” tegasnya. Terlebih lagi.
(del/sfr)
Tinggalkan Balasan