Jakarta, jurnalpijar.com —
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan serangan militer di ujung selatan Jalur Gaza dan Rafah, tempat jutaan warga Palestina mengungsi, akan segera dihentikan.
Pasukan militer kemudian akan dikerahkan di Israel utara, yang berbatasan dengan Lebanon selatan.
Dalam wawancara pertamanya dengan jaringan Israel sejak serangan itu terjadi pada 7 Oktober, Netanyahu mengatakan Pasukan Pertahanan Zionis akan dikerahkan di perbatasan utara “untuk tujuan pertahanan”.
“Fase intens perang melawan Hamas akan segera berakhir,” kata Netanyahu dalam wawancara dengan Channel 14, Minggu (23/6).
Netanyahu melanjutkan, seperti dikutip AFP: “Ini tidak berarti bahwa perang (secara keseluruhan) akan segera berakhir. Namun perang, yang berada dalam fase intens di Rafah, akan berakhir.”
Dia mengatakan dia akan memindahkan sejumlah pasukan ke utara untuk mempertahankan dan merebut kembali penduduk setelah serangan di Rafah dihentikan.
Netanyahu berkata: “Setelah fase intensif berakhir, kami akan memindahkan sebagian pasukan kami ke utara. Kami akan melakukan ini terutama untuk tujuan pertahanan dan untuk memulangkan populasi (pengungsi).” katanya
Puluhan ribu warga Israel telah meninggalkan Israel utara sejak Oktober ketika pasukan militer bentrok dengan milisi Hizbullah Lebanon di wilayah tersebut. Hizbullah menyerang Israel di perbatasan Lebanon sebagai bentuk solidaritas terhadap milisi Hamas di Gaza.
Ketegangan antara Israel dan Hizbullah meningkat setelah pembunuhan Taleb Abdullah, salah satu komandan Hizbullah, dalam serangan Israel di kota Joya di Lebanon selatan pada 11 Juni.
Kematian Abdullah memicu kemarahan di kalangan kelompok tersebut karena dia adalah “orang paling penting yang terbunuh di Hizbullah sejak awal perang” antara Israel dan Hamas.
Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, menekankan bahwa negaranya akan segera memutuskan perang habis-habisan dengan Hizbullah, setelah lebih dari delapan bulan ketegangan perbatasan antara kedua negara.
Dia juga mengklaim bahwa militer Israel telah menyetujui “rencana operasi ofensif di Lebanon.”
Sebagai tanggapan, pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah mengancam akan menyerang Siprus jika Israel benar-benar menyerangnya.
Nasrallah menuduh Siprus membantu Israel dengan mengizinkan negara Zionis menggunakan bandara dan pangkalannya untuk latihan militer.
Ia juga menekankan bahwa Hizbullah tidak takut berperang dengan Israel, namun akan berperang “tanpa aturan” dan “pembatasan”.
Potensi perang kedua negara ini membuat banyak negara khawatir, termasuk Amerika Serikat. Washington mengumumkan bahwa mereka akan sepenuhnya mendukung Israel jika terjadi perang habis-habisan dengan Hizbullah. (blq/baca)
Tinggalkan Balasan