Jakarta, jurnalpijar.com —
Dior dan Armani dituduh membayar pekerja ilegal dari Tiongkok sebesar 32.000 per jam untuk membuat tas yang terjual seharga $45 juta.
Pelecehan terhadap pekerja migran ini diungkap oleh aparat penegak hukum Italia. Polisi setempat pertama-tama menggerebek beberapa tempat kerja, khususnya bengkel dan pabrik, yang mereka temukan mempekerjakan pekerja asing ilegal.
“Jaksa Milan menuduh perusahaan (Dior dan Armani) membayar lebih rendah kepada pekerja untuk mempekerjakan imigran Tiongkok dan pekerja asing lainnya, yang hanya dibayar US$2-3 (sekitar US$32.000, menghasilkan Rp 16.282 dolar Amerika) per jam, Sky News melaporkan pada Kamis (4/7).
Pekerja dengan bayaran terendah dikatakan bekerja dari siang hingga pagi hari. Karyawan Dior dan Armani terpaksa datang meski saat hari libur dan akhir pekan.
Seringkali, ekspatriat fesyen terkenal harus tidur atau beristirahat di tempat mereka bekerja.
Dior adalah merek fashion terkenal Perancis yang dijalankan oleh Bernard Arnault dan keluarganya. Perusahaan membayar penjual sebesar US$57 atau Rp 928.000 untuk membuat setiap tas.
Setelah tasnya jadi, Dior menjualnya dengan harga US$2.780 atau Rp45,27 juta.
Di sisi lain, Armani, yang merupakan merek Italia, membebankan biaya yang besar kepada pemasok untuk membuat tas tersebut. Mereka mengeluarkan biaya sekitar US$270 atau Rp 4,39 juta untuk membuat tas tersebut, yang terjual seharga $2.000 atau Rp 32,57 juta.
Hakim di Italia telah menuntut banyak perusahaan fesyen ke pengadilan. Dior, Armani dan perusahaan serupa lainnya dituduh melakukan praktik perburuhan yang tidak adil.
Namun, Grup Giorgio Armani menghindari hal tersebut. Perusahaan, yang mengalihkan produksinya ke GA Operations, membantah serangkaian tuduhan penyalahgunaan tenaga kerja.
“Perusahaan selalu menggunakan tindakan pengendalian dan pencegahan untuk mengurangi penyalahgunaan dalam rantai pasokan,” jelas pernyataan Armani.
“GA Operations akan bekerja sama dengan pihak berwenang secara transparan untuk mengklarifikasi masalah ini,” kata perusahaan itu.
Faktanya, Kepolisian Italia telah secara terbuka mengungkap Operasi GA yang mempekerjakan subkontraktor untuk mempekerjakan pekerja Tiongkok. Para pekerja ini adalah imigran ilegal.
Untuk satu tas yang dijual Armani, pengecer asal China itu dibayar US$100 atau Rp 1,62 juta. Sedangkan beberapa subkontraktor sebagai agen menerima Rp4,4 juta ditambah Rp2,76 per kantong yang diproduksi.
“Sistem ini memungkinkan (perusahaan) meningkatkan keuntungannya, (di mana) pabrik Tiongkok memproduksi barang (tas), mengurangi biaya tenaga kerja dan menggunakan pekerja ilegal,” kata polisi.
(skt/pta)
Tinggalkan Balasan