Menu

Mode Gelap

Ekonomi · 19 Okt 2024

Dirut Pabrik Tekstil BUMN Buka Suara usai Rumahkan Ratusan Karyawan


					Dirut Pabrik Tekstil BUMN Buka Suara usai Rumahkan Ratusan Karyawan Perbesar

Yogyakarta, jurnalpijar.com —

PT Primissima (Persero).

Usmanshah melaporkan, 425 karyawan diberhentikan sementara akibat krisis keuangan. Sebab, hingga tahun 2020, perseroan sudah tidak memiliki modal kerja untuk membeli bahan baku dan membiayai kebutuhan operasional.

Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan tekstil milik negara ini beroperasi hanya berdasarkan pesanan, yaitu dengan mengubah benang menjadi kain, baik berdasarkan pesanan kerja (WO) atau dimiliki oleh banyak pihak. Akibatnya, tingkat turnover anjlok dan perusahaan tidak mampu lagi menanggung gaji karyawan dan listrik.

Karena perusahaan tidak lagi mampu membayar gaji mulai Mei 2024, diambil keputusan untuk memberhentikan karyawan dari posisi produksi, manajemen, dan dewan.

Perusahaan masih berusaha mempertahankan perusahaannya dengan merumahkan karyawannya selama 11 hari dan membayar gaji penuh sejak bulan Juni.

“Namun, kalau kita mengambil cuti dengan gaji penuh, beban kita akan semakin berat. Kalau dibiarkan begitu saja, akan merugikan perusahaan dan karyawan, sehingga akhirnya harus merumahkan orang,” Suleman kata Pak Usmanshah yang saya temui DIY, Kamis (11/7).

“Bukan hanya pegawai saja yang belum dibayar, direksi juga belum dibayar. Secara global, mereka belum dibayar selama lima bulan, tapi bulan ini bukan bulan kelima berturut-turut.” defisit bulan ini,” lanjutnya.

Perusahaan akhirnya memberhentikan ratusan karyawannya pada 12 Juni 2024. Namun Pak Usmanshah menegaskan akan tetap membayar 25% dari total gaji karyawan yang dipecat karena tidak dibayar. Dia meminta karyawan menuntut pengembalian dana yang sudah dimiliki perusahaan.

Usmanshah mengatakan pemerintah sedang dalam proses restrukturisasi PT Primissima melalui perusahaan pengelola properti (PPA). Sebelum mengeluarkan pinjaman modal kerja, restrukturisasi aset dan efisiensi operasional diperlukan untuk mengamankan dan membayar kembali pinjaman modal kerja di masa depan.

Menurut Usmanshah, para karyawan setidaknya bersedia mengucurkan pinjaman modal kerja dan dana perbaikan untuk pembelian suku cadang kendaraannya, selain jaminan modal kerja besar yang sedang diproses oleh perbankan dan PPA yang rencananya akan di-PHK sampai semuanya beres.

“Perlu kita ketahui kenapa Primissima tidak menggunakan mekanisme pembiayaan bank. Itu tidak bisa karena sejak tahun 2001, seluruh aset Primissima dijadikan jaminan atas utang-utang Bank Mandiri,” jelasnya.

Usmanshah menjelaskan aset perseroan saat ini berjumlah Rp 180 miliar, sedangkan utang Bank Mandiri sekitar Rp 55 miliar. PPA kini sedang melobi Bank Mandiri untuk mendapatkan sebagian uang jaminan dengan agunan dalam jumlah besar yang sebagian akan digunakan untuk mendanai penyelamatan perusahaan tersebut.

“Ini yang terjadi sekarang dan PPA juga berupaya mengurangi modal kerja. Namun, “karena program efisiensi, tidak semua karyawan bisa login karena pendapatannya. Ini tidak akan menutupi gaji seluruh karyawan,” dia menjelaskan.

Setelah karyawan yang diperlukan dipekerjakan kembali, pembayaran cicilan utang lama diharapkan akan dimulai.

Usmanshah juga membeberkan kabar adanya 15 pegawai yang diberhentikan (PHK) dan tunggakan pembayaran BPJS ketenagakerjaan dan pengobatan.

Usmanshah menegaskan, perusahaan tidak akan memberhentikan karyawannya kecuali jika melakukan kesalahan yang berujung pada pemutusan hubungan kerja.

Terkait pemecatan 15 karyawan tersebut, pihak perusahaan menyatakan 13 orang di antaranya mangkir kerja lebih dari enam hari meski sudah diberikan pemberitahuan sehingga mengakibatkan pemecatan tidak dengan hormat. Sementara itu, dua orang lagi mengumumkan pengunduran dirinya.

Terkait BPJS Kesehatan, perusahaan selalu memberikan iuran untuk menjamin perlindungan kesehatan karyawannya. Diakui Pak Usmanshah, ada keterlambatan satu bulan pada Oktober 2023, namun pembayaran dilakukan pada bulan berikutnya hingga saat ini.

“Kami akui gaji BPJS (ketenagakerjaan) belum dibayarkan kepada pegawai tetap sejak Februari 2020. Kami dipanggil ke kejaksaan sebanyak tiga kali dan dimediasi dengan BPJS tahun 2020 ternyata begitu. Kami tidak punya uang karena kami mengambil dari uang karyawan kami,” imbuhnya.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Sejahtera (K-SBSI) DIY sebelumnya mengungkapkan perusahaan pelat merah di Sleman itu telah merumahkan sekitar 500 pekerja bagian produksi mulai 1 Juni 2024. Sejak itu, perusahaan juga menghentikan operasinya sepenuhnya.

Selain itu, ratusan karyawan dilaporkan tidak dibayar sepeser pun saat mereka dipecat. Sementara itu, perusahaan belum membayar gaji bulan Mei dan Juni 2024, serta asuransi lainnya seperti asuransi BPJS ketenagakerjaan dan asuransi kesehatan.

Selain ratusan pegawai, ada juga 15 pegawai yang dirumahkan pada November 2023. Uang pesangon mereka hanya sebesar 30 persen dari total haknya.

Sementara itu, Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Sleman melaporkan bahwa perusahaan tersebut selama bertahun-tahun menunjukkan tanda-tanda menjadi badan usaha milik negara yang tidak sehat. Selama tiga tahun terakhir, perusahaan pelat merah itu seakan tak mampu keluar dari masalah.

(Goku Goku/sfr)

Artikel ini telah dibaca 2 kali

badge-check

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Jokowi Perintahkan Rosan Aktif Gaet Investor Asing Masuk ke IKN

6 November 2024 - 06:14

Warga Serbu Transmart Full Day Sale, Borong Kebutuhan Harian

4 November 2024 - 23:14

Tarif Hotel di Kawasan IKN Melonjak Rp200 Ribu Jelang HUT RI

3 November 2024 - 16:14

Trending di Ekonomi