Jakarta, jurnalpijar.com.
Kepala Badan Pengungsi PBB (UNRWA), Philippe Lazzarini, mengatakan sekitar 800.000 orang telah “terpaksa meninggalkan” kota Rafah, di Jalur Gaza selatan, sejak Israel memulai operasi militer di wilayah tersebut pada awal Mei.
“Hampir separuh penduduk Rafah, sekitar 800.000 orang, berada di jalanan dan terpaksa meninggalkan kota sejak tentara Israel memulai operasi militer di wilayah tersebut pada 6 Mei,” kata Philippe dalam sebuah postingan di jejaring sosial X. Dikutip AFP, Sabtu. (18/5).
Mengikuti perintah evakuasi, warga Gaza melarikan diri ke daerah tengah dan Khan Younis, termasuk rumah-rumah yang hancur.
“Setiap kali mereka terpaksa merelakan sedikit yang mereka miliki. Setiap kali mereka harus memulai dari awal,” kata Philippe.
Israel sebelumnya telah menekankan bahwa serangan darat di Rafah sangat penting dalam perjuangan melawan Palestina, dan bersikeras bahwa Rafah adalah benteng terakhir Hamas di Gaza.
Sebelum operasi dimulai, Israel memerintahkan ratusan ribu warga Gaza yang berlindung di bagian timur kota tersebut untuk meninggalkan kota tersebut, dan menggambarkan aktivitas mereka di sana sebagai aktivitas yang “terbatas”.
Sekutu Israel, Amerika Serikat, mengakui bahwa mereka menentang perluasan operasi di Rafah. Pasalnya, kota tersebut telah melindungi 1,4 juta warga sipil Palestina dari serangan kekerasan Zionis sejak 7 Oktober 2023.
Bentrokan kekerasan dan penembakan mengguncang Rafah pada hari Sabtu ketika Israel melancarkan serangan terhadap Hamas.
Laporan AFP mengindikasikan bahwa serangan udara dan artileri membom bagian timur kota sementara jet tempur terbang di atasnya.
Lazzarini mengatakan warga mengungsi ke daerah yang tidak memiliki air dan sanitasi.
Al-Mawasi, sebuah kota seluas 14 kilometer persegi di pesisir pantai, serta pusat Deir el-Balah, “penuh” dengan pengungsi, tambah Philippe.
(tim/dmi)
Tinggalkan Balasan