Jakarta, jurnalpijar.com –
Firma riset kredit Tokyo Shoko Research melaporkan jumlah perusahaan di Jepang yang bangkrut naik 42,9 persen menjadi 1.009 perusahaan pada Mei 2024 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Menurut Japan Times, jumlah kebangkrutan yang diumumkan pada bulan ini melebihi 1.000 perusahaan untuk pertama kalinya sejak Juli 2013.
Saat itu, sejumlah perusahaan mengalami kebangkrutan akibat berakhirnya dukungan pembiayaan bagi usaha kecil yang diperkenalkan setelah krisis keuangan global pada tahun 2008.
Angka terbaru mengenai kebangkrutan muncul ketika banyak perusahaan berjuang menghadapi kenaikan harga, serta kekurangan tenaga kerja, khususnya di sektor jasa.
Data tersebut meliputi kebangkrutan dengan utang 10 juta yen Jepang atau lebih dari Rp 1 miliar (dengan kurs Rp 103,69 per yen Jepang).
Total utang perusahaan bangkrut turun 50,9 persen menjadi 137 miliar yen Jepang atau Rp 14,21 triliun, setelah angka tahun sebelumnya terdongkrak oleh bangkrutnya sebuah perusahaan besar.
Sedangkan jumlah kebangkrutan terkait kenaikan harga meningkat 47,4 persen menjadi 87 perusahaan yang sebagian besar terjadi pada industri manufaktur dan transportasi yang memiliki banyak subkontraktor.
Selain itu, banyak usaha kecil juga kesulitan untuk menanggung biaya harga yang lebih tinggi.
Kebangkrutan di antara perusahaan-perusahaan yang menggunakan program pinjaman tanpa bunga dan tanpa agunan yang diperkenalkan selama pandemi Covid terus mengalami tren peningkatan, meningkat sebesar 15,5 persen menjadi 67 kasus.
Dilihat dari industri, jumlah kebangkrutan bulanan mencapai rekor tertinggi di sektor jasa dengan 327 kasus. Kebangkrutan semakin meningkat di kalangan operator restoran di tengah kekurangan tenaga kerja dan kenaikan biaya tenaga kerja.
Kebangkrutan dilaporkan meningkat untuk pertama kalinya dalam sembilan bulan di sembilan wilayah Jepang.
Tokyo Shoko Research memperingatkan bahwa jumlah kebangkrutan terkait inflasi kemungkinan akan terus meningkat karena banyak perusahaan tidak dapat sepenuhnya menanggung beban harga yang lebih tinggi di tengah melemahnya nilai tukar yen terhadap dolar AS.
(bagian/delapan)
Tinggalkan Balasan